Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan dalam perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah oleh tiga grup korporasi, baru Wilmar Group yang telah mengembalikan kerugian negara secara utuh sebesar Rp 11,8 triliun.
"Grup Wilmar telah utuh mengembalikan. Untuk Permata Hijau dan Musim Mas, kami berharap ke depan mereka juga melakukan pengembalian," ujar Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Sutikno, dalam jumpa pers di Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Adapun jumlah korporasi yang terlibat di kasus ini sebanyak 17 perusahaan. Lima di antaranya merupakan anak usaha Wilmar Group, lima anak usaha Musim Mas Group, dan tujuh anak usaha Permata Hijau Group. Berkas ketiga grup korporasi ini terpisah, tapi Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat sama-sama memutus lepas atau onstlag terhadap ketiganya.
Mereka dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun, perbuatannya disebut bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag vanalle recht vervolging) sehingga mereka dilepaskan dari segala tuntutan jaksa.
Terhadap putusan yang dibacakan pada 19 Maret 2025 tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) telah mengajukan kasasi. Masing-masing korporasi dituntut membayar sejumlah uang pengganti yang berbeda. Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11,8 triliun, Permata Hijau sebesar Rp 937 miliar, dan Musim Mas sebesar Rp 4,8 triliun.
Uang pengganti dari Wilmar Group berasal dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bionergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp 11,8 triliun. Uang itu telah secara penuh diserahkan ke kejaksaan.
Sementara untuk Permata Hijau Group dan Musim Mas Group masih dalam proses. "Mereka sedang berproses, kami harapkan mereka mengembalikan secara utuh," kata Sutikno.
Untuk pengembalian uang dari Wilmar, Sutikno telah mengajukannya sebagai memori kasasi tambahan. Ini dilakukan agar dalam putusan kasasi nanti, majelis hakim menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dan bisa digunakan untuk membayar kerugian negara.