Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyebut pihaknya akan mengawal rencana penulisan ulang sejarah nasional oleh Kementerian Kebudayaan (Kemenbud). Ia meminta penulisan ulang sejarah melibatkan para ahli, serta dilakukan secara transparan.
Hetifah mengaku Komisi X telah menerima Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), pada Senin, 19 Mei 2025 soal penulisan ulang sejarah RI yang dilakukan oleh Kemenbud. AKSI menyerahkan manifesto keterbukaan sejarah Indonesia sebagai bentuk masukan kritis atas rencana penulisan ulang narasi sejarah oleh pemerintah.
"Komisi X DPR RI mengapresiasi paparan dan penjelasan yang disampaikan AKSI. Aspirasi yang muncul menjadi pengingat penting bahwa sejarah tidak boleh ditulis hanya berdasarkan sudut pandang dominan, melainkan harus mencerminkan keragaman pengalaman bangsa," kata Hetifah, Rabu, 21 Mei 2025.
Ia menegaskan, hingga kini belum ada draf resmi yang disampaikan Kementerian Kebudayaan kepada Komisi X DPR. Karenanya Komisi X mendesak agar kementerian memberikan penjelasan menyeluruh dalam Rapat Kerja resmi mendatang pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2024-2025.
"Penulisan sejarah bukan pekerjaan sembarangan. Proses ini harus melibatkan para ahli yang kredibel, serta mempertimbangkan perspektif kelompok yang selama ini terpinggirkan-perempuan, masyarakat adat, korban peristiwa masa lampau, serta tokoh-tokoh lokal di berbagai daerah," papar Hetifah.
Hetifah juga pun meminta agar Kementerian Kebudayaan tidak menggunakan istilah 'Sejarah Resmi Indonesia'. Karena, kata dia, hal ini berpotensi menutup ruang perdebatan dan keberagaman tafsir dalam sejarah.
"Sejarah adalah ilmu yang dinamis. Dengan berkembangnya teknologi digital dan terbukanya arsip-arsip lama, kita justru perlu mendorong keterbukaan dan kajian kritis yang memungkinkan lahirnya pembacaan sejarah yang lebih reflektif dan mendewasakan bangsa," jelas Hetifah.
Hetifah pun menyoroti bahwa selama ini narasi sejarah kerap ditulis dari perspektif kekuasaan, mengabaikan peran kelompok minoritas dan aktor-aktor lokal. Penulisan ulang ini menjadi momentum untuk memperbaiki distorsi sejarah dan membangun kesadaran sejarah yang inklusif bagi generasi muda.
"Komisi X DPR RI siap mengawal dan memastikan agar penulisan ulang sejarah ini bukan hanya menjadi proyek politik sesaat, tetapi benar-benar menjadi warisan intelektual yang mencerdaskan bangsa," tandas Hetifah.