Ntvnews.id, Jakarta - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah memeriksa Iwan Setiawan Lukminto, mantan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh sejumlah bank kepada perusahaan tekstil tersebut.
"Yang bersangkutan sedang dilakukan pemeriksaan dalam status sebagai saksi secara intensif oleh penyidik," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.
Menurut Harli, pemeriksaan terhadap Iwan dilakukan untuk mengungkap lebih dalam dugaan korupsi dalam penyaluran kredit senilai sekitar Rp3,6 triliun dari beberapa institusi perbankan kepada Sritex.
"Yang kami tangani kalau tidak salah ada empat bank yang memberikan berupa pemberian kredit kepada perusahaan ini dan ini sekarang yang sedang diteliti oleh penyidik. Bagaimana sikap penyidik tentu nanti kita lihat ke depannya," jelasnya.
Baca Juga: Kejagung Tangkap Dirut Sritex Iwan Lukminto di Solo Selasa Malam
Ia juga menyebutkan bahwa Iwan diamankan di kediamannya yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa malam, 20 Mei 2025. Penangkapan tersebut bukan merupakan tindakan paksa, melainkan hasil dari pemantauan intensif oleh tim penyidik.
"Bahkan, pencarian dan pendeteksian alat komunikasi yang terindikasi milik yang bersangkutan itu ada di beberapa tempat," ujarnya.
Setelah keberadaannya dipastikan, tim penyidik langsung bergerak mengamankan Iwan di Solo dan membawanya ke Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta pada Rabu pagi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Sebagai informasi, PT Sritex resmi dinyatakan pailit pada Oktober 2024 dan menghentikan seluruh kegiatan operasional mulai 1 Maret 2025. Dalam proses kepailitan, kurator mencatat jumlah tagihan utang dari para kreditur mencapai angka fantastis, yakni Rp29,8 triliun.
Baca Juga: Profil Iwan Lukminto, Dirut Sritex yang Ditangkap Kejagung Gegara Diduga Korupsi
Tagihan tersebut mencakup 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis. Di antara kreditur preferen yang memiliki hak istimewa berdasarkan undang-undang, tercatat nama-nama seperti Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY, serta Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing IV.
Sementara itu, dalam kategori kreditur separatis dan konkuren terdapat sejumlah lembaga keuangan dan perusahaan mitra usaha Sritex yang mengajukan tagihan dalam nominal besar.
Rapat kreditur yang digelar dalam rangka proses kepailitan kemudian menyepakati bahwa tidak akan ada kelanjutan operasional perusahaan (going concern), dan keputusan pun diambil untuk melanjutkan ke proses pemberesan utang.
(Sumber: Antara)