Ntvnews.id, Jakarta - Amnesty International Indonesia meminta pemerintah untuk segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan dasar secara gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena menyatakan bahwa putusan ini merupakan cerminan nyata dari komitmen negara terhadap Konstitusi serta kewajiban internasional yang telah diratifikasi Indonesia, seperti Konvensi Hak Anak dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR).
“Putusan MK ini tonggak penting dalam pemajuan hak asasi manusia di Indonesia di sektor pendidikan. Putusan ini tidak hanya sejalan dengan perintah Konstitusi, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap kewajiban internasional, seperti Konvensi Hak Anak, yang telah diratifikasi Indonesia," kata Wirya, Jumat, 30 Mei 2025.
"Begitu pula pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), yang juga telah diratifikasi Indonesia. Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan dan menetapkan kewajiban bagi negara-negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak tersebut," sambungnya.
Wirya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia (Amnesty/ ntvnews.id)
Lanjut Wirya, Amnesty International sejak lama mendukung prinsip bahwa pendidikan gratis dan berkualitas adalah hak asasi manusia yang fundamental. Pendidikan merupakan salah satu instrumen utama untuk memberdayakan individu, terutama mereka yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial, agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan dan berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat.
Baca Juga: MK Perintahkan Pemerintah Gratiskan Sekolah SD dan SMP Swasta
"Dalam konteks Indonesia, di mana ketimpangan sosial masih tinggi, pendidikan yang dapat diakses oleh semua kalangan menjadi kebutuhan mendesak," sambungnya.
"Sayangnya, selama ini negara belum sepenuhnya memberikan perhatian yang layak terhadap akses pendidikan gratis dan berkualitas. Banyak sekolah yang tidak mendapat dukungan anggaran yang memadai," kata dia lagi.
Dalam konteks Indonesia yang masih menghadapi ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi, akses yang adil terhadap pendidikan dasar menjadi kebutuhan yang mendesak.
Amnesty International mengkritik lambannya perhatian pemerintah dalam memberikan dukungan anggaran yang layak bagi sekolah-sekolah, terutama yang berada di daerah terpencil atau kurang berkembang.
"Putusan MK ini harus menjadi pemicu bagi pemerintah untuk segera mereformasi kebijakan dan penganggaran di sektor pendidikan. Negara tidak bisa lagi abai terhadap kewajiban konstitusionalnya untuk menjamin hak warga negara atas pengajaran. Implementasi putusan ini harus disertai dengan penguatan sistem pendidikan yang adil, inklusif, dan terjangkau," ungkapnya.
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Antara)
"Lebih dari itu, kami juga menekankan pentingnya pendidikan HAM, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pendidikan HAM merupakan salah satu hal esensial untuk menumbuhkan budaya penghormatan terhadap hak-hak dasar dan memberdayakan setiap warga agar mampu memperjuangkan haknya secara aktif," tambah dia.
"Hanya dengan pendekatan holistik semacam ini, Indonesia dapat membangun masyarakat yang berkeadilan, di mana setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, belajar, dan berkarya," pungkas Wirya Adiwena.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MK pun memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di sekolah swasta.
Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa ialah ibu rumah tangga, sedangkan Riris bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Putusan dibacakan dalam sidang di gedung MK pada hari ini, Selasa, 27 Mei 2025.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," kata Ketua MK Suhartoyo ketika membacakan amar putusan.