Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali memutuskan tak menerima pengujian formal (formil) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Pada sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, Mahkamah menyatakan bahwa para pemohon dalam Perkara Nomor 83/PUU-XXIII/2025 tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.
“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Karenanya, perkara yang dimohonkan oleh empat mahasiswa dan satu sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini tidak dapat berlanjut ke pembuktian.
Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa para pemohon, yakni Mohammad Arijal Aqil, Nova Auliyanti Faiza, Nova Auliyanti Faiza, Bisma Halyla Syifa Pramuji, dan Berliana Anggita Putri, tidak menguraikan bukti yang meyakinkan mengenai keterlibatannya selama pembentukan UU TNI.
“Pada uraian kedudukan hukum, para pemohon menguraikan adanya pembahasan rancangan UU a quo (tersebut) yang dilakukan secara tertutup dan tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan dan transparansi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun, tidak dikuatkan dengan uraian dan bukti mengenai kegiatan atau aktivitasnya, meskipun para pemain menyatakan diri sebagai aktivis,” tutur Saldi.
Menurut Mahkamah, para pemohon seharusnya menguraikan kedudukan hukum dengan menunjukkan bukti kegiatan nyata selama pembentukan UU TNI, misalnya seminar, diskusi, tulisan pendapat para pemohon kepada DPR atau Pemerintah, ataupun kegiatan lain yang dapat menunjukkan keterlibatannya selama pembentukan UU.
“Dalam hal ini, keberatan para Pemohon demikian tidak cukup untuk membuktikan adanya pertautan kepentingan para Pemohon dengan proses pembentukan UU 3/2025 (UU TNI),” jelas Saldi.
MK mengakui salah satu pemohon menjelaskan kedudukan hukumnya dengan menyatakan telah berusaha mengemukakan aspirasi melalui demonstrasi.
Tapi, alat bukti yang diajukan berupa foto kegiatan aksi di depan Gedung DPRD Surakarta tidak cukup meyakinkan MK mengenai keterlibatan yang bersangkutan.
Bukti itu, kata Saldi, tidak disertai dengan uraian atau keterangan serta fakta pendukung yang menunjukkan pemohon tersebut merupakan bagian dari kegiatan demonstrasi itu.
“Dengan fakta tersebut, Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan adanya relevansi antara alat bukti yang diajukan dengan adanya anggapan kerugian hak konstitusional yang diuraikan para pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukumnya,” kata Saldi.
Maka dari itu, MK tidak menemukan bukti konkret keterkaitan kepentingan para pemohon dengan pembentukan UU TNI sehingga tidak terdapat hubungan sebab-akibat antara dalil kerugian konstitusional dan proses UU dibentuk.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” kata Saldi.
Sebelumnya, Kamis, 5 Juni 2025, MK juga menyatakan tidak dapat menerima lima perkara uji formal UU TNI karena alasan yang sama. Kelima perkara itu, yakni Perkara Nomor 55/PUU-XXIII/2025, Nomor 58/PUU-XXIII/2025, Nomor 66/PUU-XXIII/2025, Nomor 74/PUU-XXIII/2025, dan Nomor 79/PUU-XXIII/2025.
Walau demikian, MK juga tengah memeriksa lima perkara menyoal pengujian formal UU TNI ini ke tahap lanjutan. Sidang mendengarkan keterangan DPR dan Presiden untuk Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025, Nomor 56/PUU-XXIII/2025, Nomor 69/PUU-XXIII/2025, Nomor 75/PUU-XXIII/2025, dan Nomor 81/PUU-XXIII/2025 telah digelar pada Senin, 23 Juni 2025 lalu.