Ntvnews.id, Gaza - Ketegangan di Jalur Gaza mencapai titik genting setelah seorang perwira tinggi keamanan dari Hamas secara anonim mengungkap bahwa kelompok tersebut telah kehilangan sekitar 80 persen kontrol atas wilayah Gaza.
Informasi tersebut dilaporkan oleh BBC berdasarkan serangkaian pesan suara yang dikirimkan oleh seorang letnan kolonel dari kepolisian Hamas.
Dalam pengakuannya, perwira tersebut menjelaskan bahwa struktur komando dan pengendalian Hamas runtuh akibat serangan udara intensif Israel selama berbulan-bulan yang menargetkan basis politik, militer, dan keamanan kelompok tersebut.
“Hamas telah kehilangan sekitar 80 persen kendali atas Gaza, dan saat ini kekosongan itu diisi oleh klan-klan bersenjata,” ujarnya. Ia menyebut struktur keamanan Hamas hampir tidak lagi eksis.
Baca Juga: Trump Desak Hamas Gencatan Senjata dengan Israel
“Kita harus realistis struktur keamanan sudah hancur total. Sekitar 95 persen dari para pimpinan telah tewas, semua tokoh aktif telah terbunuh. Maka, apa lagi yang bisa menghentikan Israel dari melanjutkan perangnya?” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa secara logis, konflik ini tampaknya akan terus berlanjut karena semua faktor pendukungnya sudah terpenuhi: Israel menguasai situasi, komunitas internasional bungkam, negara-negara Arab tidak bertindak, geng bersenjata menyebar, dan masyarakat sipil kehilangan arah.
Situasi tersebut menyebabkan aparat keamanan Hamas tak lagi memiliki kekuatan untuk mengendalikan keadaan.
“Kalau bicara tentang keamanan, saya tegaskan: semuanya runtuh. Benar-benar tidak ada kendali lagi,” ungkapnya. Bahkan markas Ansar yang dulunya menjadi pusat kekuatan keamanan Hamas telah dijarah warga tanpa ada upaya pengamanan dari otoritas manapun.
Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok bersenjata lokal dari klan-klan besar di Gaza, khususnya di wilayah selatan. Setidaknya enam kelompok utama kini aktif dan berhasil mengumpulkan sumber daya, termasuk senjata dan personel.
Baca Juga: Hamas Siap Bahas Gencatan Senjata Permanen di Gaza
Salah satu tokoh yang menonjol adalah Yasser Abu Shabab. Ia kini menjadi sosok penting yang dilirik oleh Otoritas Palestina di Tepi Barat dan sejumlah aktor regional. Bahkan, ada laporan bahwa Israel telah memberikan pasokan senjata kepada kelompoknya.
Di tengah situasi yang kacau ini, warga sipil Gaza hidup dalam ketidakpastian hukum, dengan banyak wilayah jatuh ke tangan geng bersenjata yang bertindak sewenang-wenang.
“Mereka bisa menghentikanmu di jalan, bahkan membunuhmu, dan tak ada siapa pun yang akan campur tangan. Jika seseorang mencoba melawan pencuri, tak lama kemudian Israel akan membombardir lokasi itu,” lanjut perwira Hamas dalam pesannya kepada BBC.
Ia juga menggambarkan betapa parahnya keruntuhan struktur pemerintahan Hamas, termasuk keterlambatan pembayaran gaji bagi aparatnya dan kondisi jalanan yang sangat tidak aman.
“Keamanan nihil. Kontrol Hamas nihil. Tidak ada pemimpin, tidak ada perintah, tidak ada komunikasi. Gaji datang terlambat dan kalaupun diterima, hampir tidak berguna. Ada yang bahkan meninggal hanya karena mencoba mengambil gaji. Ini adalah kehancuran total,” katanya.
Pernyataan dari dalam tubuh Hamas ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut tidak hanya berada di bawah tekanan militer Israel, tetapi juga tengah menghadapi disintegrasi internal dan meningkatnya anarki di wilayah Gaza. Menurut laporan BBC, kondisi ini menandai titik terlemah Hamas sejak kelompok itu mulai menguasai Gaza hampir dua dekade lalu.