Ntvnews.id, Beijing - Kementerian Luar Negeri China melontarkan kritik terhadap Perdana Menteri India, Narendra Modi, yang memberikan ucapan selamat ulang tahun ke-90 kepada Dalai Lama ke-14.
Dilansir dari Xinhua, Selasa, 8 Juli 2025, Juru Bicara Kemlu China, Mao Ning, menekankan bahwa India seharusnya memahami sensitivitas isu-isu terkait wilayah Xizang (Tibet) dan menyadari sifat separatis serta anti-China yang melekat pada Dalai Lama.
Ucapan selamat tersebut disampaikan Modi pada Minggu, 6 Juli 2025. melalui platform media sosial X. Dalam pesannya, ia menyatakan, "Saya bersama 1,4 miliar rakyat India menyampaikan harapan hangat kepada Yang Mulia Dalai Lama di hari ulang tahunnya ke-90. Beliau adalah lambang kasih, welas asih, kesabaran, dan disiplin moral. Pesannya telah menginspirasi umat dari berbagai keyakinan. Kami mendoakan kesehatan dan umur panjang beliau."
Baca Juga: KTT BRICS, India: Saat Ini Butuh Tatanan Dunia Baru
Menanggapi hal itu, Mao Ning menegaskan bahwa India seharusnya menghormati komitmennya terhadap China dalam hal-hal yang berkaitan dengan Xizang. Ia juga menyatakan bahwa China telah secara resmi mengajukan protes diplomatik atas tindakan India tersebut dan meminta New Delhi tidak memanfaatkan isu Tibet untuk mencampuri urusan internal Beijing.
Menurut Mao, Dalai Lama ke-14 adalah seorang tokoh pengasingan politik yang sejak lama terlibat dalam aktivitas separatis dengan kedok agama, bertujuan untuk memisahkan Xizang dari China.
Tibet, yang dikenal sebagai Xizang oleh pemerintah China, dinyatakan bergabung dengan China pada tahun 1950 dalam peristiwa yang digambarkan Beijing sebagai “pembebasan damai” dari sistem feodal. Namun, komunitas internasional dan para aktivis hak asasi manusia sering mengecam dominasi pemerintah China atas wilayah tersebut sebagai bentuk represi.
Nama "Tibet" sendiri berasal dari istilah "Tubo", yang merujuk pada kekuasaan sejumlah suku di kawasan itu pada abad ke-9, sebelum kemudian dikuasai Dinasti Yuan pada abad ke-13.
China juga menolak klaim Dalai Lama yang menyatakan bahwa wilayah Tibet mencakup lebih dari sekadar Daerah Otonomi Xizang yakni meliputi juga provinsi Qinghai, dan sebagian wilayah Sichuan, Gansu, Yunnan, serta Xinjiang, karena dianggap wilayah-wilayah tersebut ditinggali etnis Tibet. China menegaskan tidak pernah ada entitas bernama "Tibet Raya" sebagaimana yang diklaim oleh Dalai Lama.
Baca Juga: Influencer Ledek WTC yang Roboh Usai Ditabrak Pesawat, Bandingkan dengan Kecelakaan Air India
Sebelumnya, pada Rabu, 2 Juli 2025, Dalai Lama ke-14 melalui pernyataan video menyatakan bahwa setelah wafatnya, ia akan bereinkarnasi dan hanya lembaga yang ia pimpin, Gaden Phodrang Trust, yang memiliki hak untuk mengidentifikasi penerusnya.
Dalai Lama ke-14, Tenzin Gyatso, diakui sebagai reinkarnasi pemimpin spiritual Tibet pada usia dua tahun. Ia mengambil alih kepemimpinan penuh pada usia 15 tahun dan melarikan diri ke India empat tahun kemudian, saat pemberontakan di Lhasa ditumpas oleh pasukan Tiongkok pada 1959.
Sejak itu, ia menetap di Dharamshala, India, dan membentuk pemerintahan Tibet di pengasingan. Ia juga aktif melakukan kunjungan ke berbagai negara Barat, dan pada tahun 1989 dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian. Pada 2011, ia menyerahkan peran politiknya kepada pemimpin yang dipilih secara demokratis, dan sejak itu hanya menjalankan fungsi spiritual.
Di sisi lain, pemerintah China menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk menentukan penerus Dalai Lama, mengacu pada tradisi dari era kekaisaran. China juga menunjuk Panchen Lama sebagai tokoh tertinggi kedua dalam hierarki Buddhisme Tibet.
Pada tahun 1995, Beijing menunjuk Gyaincain Norbu sebagai Panchen Lama ke-11 saat masih berusia lima tahun, sebagai langkah untuk menegaskan otoritas China atas suksesi kepemimpinan spiritual Tibet.
Pada 6 Juni 2025, Panchen Lama yang ditunjuk China bertemu Presiden Xi Jinping di Beijing dan menyatakan komitmennya untuk memperkuat rasa kebangsaan dan berperan aktif dalam mendorong modernisasi wilayah Tibet. Pertemuan ini mengikuti tradisi pertemuan Panchen Lama dengan pemimpin tertinggi China setiap satu dekade, sebagaimana pernah dilakukan pada tahun 2005 dan 2015.