Ntvnews.id, Jakarta - Pakar telematika Roy Suryo kembali membuat pernyataan kontroversial terkait keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Sesaat sebelum gelar perkara di Bareskrim, Roy menyebut bahwa hasil analisis forensik digital dan perbandingan data menunjukkan indikasi kuat bahwa ijazah Jokowi "99,9 persen palsu".
“Jadi judulnya adalah analisis teknis, ya, ijazah dan skripsi 99,9 persen palsu,” ujar Roy Suryo mengawali pemaparannya. Ia menyatakan bahwa kesimpulan ini diperoleh dari berbagai bukti forensik digital hingga pembandingan fisik dengan dokumen lain dari lulusan seangkatan.
Salah satu metode yang digunakan Roy adalah Error Level Analysis (ELA), yakni teknik untuk mendeteksi rekayasa digital pada gambar. Roy menjelaskan bahwa ijazah digital berwarna milik Jokowi, yang diunggah oleh politisi PSI Dian Sandi pada 1 April 2025, menjadi bahan utama pengujian.
“Hasilnya apa? Rusak. Jadi ini bukti sudah ada rekayasa. Logonya tidak kelihatan lagi. Pas fotonya juga tidak kelihatan lagi,” tegas Roy sambil memperlihatkan perbandingan dengan hasil ELA pada ijazah pribadinya.
Selain itu, Roy mengungkap penggunaan metode Face Comparison untuk membandingkan wajah di foto ijazah dengan wajah Jokowi saat ini.
“Foto Joko Widodo yang ada di ijazah, kemudian yang ada sekarang adalah not match. Tidak sama. Foto di ijazah tidak sama dengan aslinya sekarang,” kata Roy. Ia bahkan mengklaim bahwa foto pada ijazah Jokowi justru lebih cocok dengan wajah seseorang berinisial DBU, yang ia sebut sebagai "orang lain".
Roy Suryo menyebut telah melakukan pembandingan terhadap tiga ijazah lain dari lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan nomor urut berdekatan, yaitu nomor 1115 milik Verona Jiwo, nomor 1116 milik (alm.) Harimulyono, dan nomor 1117 milik Sri Murtinengseh.
“Tiga ijazah ini identik. Tapi lucunya, ijazah 1120 milik Jokowi tidak identik,” ucap Roy. Ia menyoroti bahwa bentuk huruf, posisi logo, dan elemen desain lainnya pada ijazah Jokowi berbeda dari tiga pembanding.
Tak hanya ijazah, Roy juga menyoroti skripsi Jokowi. Ia mengklaim memperoleh salinan resmi skripsi dari UGM, yang diserahkan langsung oleh pejabat kampus pada 15 April 2025.
Dalam skripsi tersebut, Roy menemukan kejanggalan pada halaman pengesahan yang mencantumkan nama Profesor Dr. Insinyur Ahmad Sumitro. Padahal menurutnya Profesor Ahmad Sumitro baru mengucapkan pidato guru besarnya pada bulan Maret 1986.
Selain itu, ia menyebut tidak ditemukan lembar penguji skripsi, elemen yang dinilainya krusial dalam dokumen akademik. Roy Suryo mengakhiri dengan menyatakan bahwa jika skripsi bermasalah dan tidak layak lulus, maka keberadaan ijazah pun dipertanyakan.