Ntvnews.id, Jakarta - Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) mengungkap hasil pemeriksaan otopsi psikologis terhadap diplomat Arya Daru Pangayunan yang meninggal dunia belum lama ini. Temuan menunjukkan bahwa Arya menghadapi tekanan emosional yang mendalam selama menjalankan tugasnya sebagai pelindung warga negara Indonesia di luar negeri.
Ketua Umum Apsifor, Nathanael E. J. Sumampouw, menyampaikan bahwa Arya dikenal sebagai pribadi yang sangat berdedikasi, bertanggung jawab, dan dihormati oleh lingkungan sekitarnya.
“Almarhum merupakan individu yang dikenal di lingkungannya sebagai pribadi dengan karakter positif. Beliau bertanggung jawab, suportif terhadap rekan kerja, pekerja keras, sangat diandalkan, dan merupakan individu yang peduli terhadap lingkungannya,” ujar Nathanael.
Namun di balik sosok yang terlihat kuat, Arya mengalami kesulitan dalam mengelola tekanan emosionalnya. Ia terbiasa menekan perasaan negatif dan berusaha tampil positif di hadapan orang lain, bahkan saat berada dalam situasi penuh tekanan.
Baca Juga: Arya Daru Meninggal karena Bunuh Diri
“Sebagai sosok yang selalu berusaha menampilkan kualitas diri yang positif di lingkungan, almarhum mengalami kesulitan dalam mengekspresikan emosi negatif yang kuat, terutama dalam situasi tekanan yang tinggi,” jelas Nathanael.
Dari data yang dihimpun, Arya sempat mencoba mengakses layanan kesehatan mental secara daring. Upaya itu tercatat terakhir kali sekitar tahun 2021, dengan riwayat yang sudah dimulai sejak 2013.
Selama masa tugas terakhirnya, Arya mengemban peran berat sebagai diplomat yang menangani krisis kemanusiaan, termasuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada WNI di luar negeri. Peran tersebut menuntut tingkat empati dan sensitivitas sosial yang tinggi.
“Beliau memikul berbagai tanggung jawab, menjalankan tugas profesional dan peran humanistik sebagai pelindung, pendengar, serta penyelamat bagi WNI yang terjebak dalam situasi krisis,
demi memastikan bahwa negara hadir bagi mereka,” katanya.
Baca Juga: Arya Daru Meninggal karena Bunuh Diri
Tekanan berkelanjutan dari peran itu diduga menimbulkan kelelahan emosional dan siklus trauma yang memengaruhi kondisi psikologis Arya di masa akhir hidupnya. Namun, karakter almarhum yang cenderung memendam perasaan membuatnya sulit untuk terbuka terhadap bantuan psikologis.
“Karakteristik kepribadian almarhum yang menekan apa yang dirasakan membuatnya mengalami hambatan dalam mengelola kondisi psikologis secara adaptif dan berusaha menutupinya dari orang lain,” lanjut Nathanael.
Apsifor menegaskan bahwa tidak ada satu faktor tunggal yang dapat menjelaskan kondisi psikologis Arya. Tekanan yang ia alami adalah hasil dari interaksi kompleks antara faktor personal, profesional, sosial, dan struktural.
Baca Juga: Hasil Autopsi: Arya Daru Tewas Akibat Mati Lemas, Ditemukan Luka Memar dan Lecet di Wajah
“Kondisi psikologis individu tidak dapat disederhanakan hanya dari satu aspek kehidupan. Kita perlu memahami hasil interaksi dari berbagai faktor personal, profesional, sosial, dan struktural. Oleh karena itu, tidak ada satu faktor tunggal yang dapat menjelaskan kondisi psikologis almarhum,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Apsifor juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam berkomentar dan tidak menyebarkan stigma terhadap isu kesehatan mental. Mereka menyerukan pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang lebih empatik dan terbuka terhadap ekspresi emosional.
“Kami mendorong seluruh pihak termasuk institusi dan organisasi kerja untuk menyediakan lingkungan yang mendukung ekspresi emosi secara sehat, menghilangkan stigma terhadap orang yang mencari bantuan psikologis,” tutup Nathanael.