Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil lima orang saksi untuk diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terkait dengan penetapan kuota serta pelaksanaan ibadah haji di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) untuk tahun 2023 hingga 2024.
Pemanggilan ini dilakukan di samping pemeriksaan terhadap Fuad Hasan Masyhur, pemilik biro perjalanan haji Maktour.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama AT, JJ, RFA, IM, dan MFT,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Jakarta, Kamis, 28b Agustus 2025.
Dalam keterangannya, Budi menjelaskan bahwa kelima saksi tersebut memiliki latar belakang sebagai berikut Direktur PT Anugerah Citra Mulia (AT),Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag tahun 2024 (JJ),Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus Kemenag periode Oktober 2022 sampai November 2023 (RFA),Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata (IM),Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) (MFT).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, identitas dari beberapa saksi tersebut diketahui antara lain: Jaja Jaelani (JJ), Rizky Fisa Abadi (RFA), dan M. Firman Taufik (MFT).
KPK sebelumnya telah menyampaikan bahwa penyidikan atas kasus dugaan korupsi dalam proses penentuan kuota dan pelaksanaan haji ini dimulai pada 9 Agustus 2025. Proses ini dilanjutkan setelah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dimintai keterangannya oleh penyidik pada 7 Agustus 2025.
Di saat yang sama, KPK menginformasikan bahwa lembaga tersebut sedang melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia guna menghitung kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara ini.
Kemudian, pada 11 Agustus 2025, KPK menyatakan bahwa kerugian negara dalam perkara tersebut diperkirakan lebih dari Rp1 triliun. Selain itu, lembaga antirasuah juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain proses penyidikan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji dari DPR RI juga sempat menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2024. Salah satu poin penting yang dikritisi adalah pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Pada saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan tersebut secara merata — 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus. Namun, pembagian ini dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menyatakan bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen sisanya dialokasikan untuk haji reguler.
(Sumber: Antara)