Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Nizar Ali (NA), sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama NA,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat, 12 September 2025.
Budi menambahkan, Nizar Ali diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Kemenag tahun 2023. Diketahui, ia sebelumnya juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag sebelum menjadi Sekjen Kemenag.
Sebelumnya, KPK telah mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Baca Juga: Kasus Kuota Haji, KPK Panggil Kepala Pusat Data BP Haji
Pengumuman ini dilakukan setelah KPK meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara terkait kuota haji.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa penghitungan awal kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun dan mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjalan ke ruang pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 7 Agustus 2025. Yaqut Cholil Qoumas akan dimintai keterangan oleh KPK dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024. (ANTARA)
Baca Juga: KPK Lacak Aliran Dana Korupsi Kuota Haji hingga ke PBNU
Selain penanganan oleh KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi. Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal ini dianggap tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen dialokasikan untuk kuota haji reguler. (Sumber: Antara)