Ntvnews.id, Jakarta - Petinggi PT Sungai Budi Group diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini terkait penyidikan kasus dugaan penurunan kualitas barang dan praktik markup harga dalam pengadaan bantuan sosial (bansos) Presiden saat Covid-19 di wilayah Jabodetabek, oleh Kementerian Sosial (Kemensos) RI.
PT Sungai Budi Group ialah perusahaan agribisnis besar yang dikenal dengan merek minyak serta tepung Rose Brand. Perusahaan tersebut dipanggil KPK guna dimintai keterangan mengenai keterlibatannya dalam proyek pengadaan bansos.
"Apakah sesuai atau ada dugaan-dugaan pengkondisian sehingga bisa menurunkan kualitas barang ataupun me-markup dari nilai barang tersebut. Sehingga tentu itu penting dalam penelusuran lebih lanjut terkait dengan penyediaan bansos tersebut," ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat, 12 September 2025.
Walau begitu, Budi mengaku masih perlu mengonfirmasi kepada penyidik KPK terkait kehadiran Kepala Cabang PT Sungai Budi Group, Michael Setiaputra (MS), dalam pemeriksaan yang dijadwalkan pada Selasa, 9 September 2025 lalu.
Di samping Michael, KPK juga memanggil sejumlah saksi lain dari perusahaan vendor pada hari sama, antara lain Vloro Maxi Sulaksono (wiraswasta/Direktur PT Cipta Mitra Artha), Agung Tri Wibowo (wiraswasta/Direktur PT Mesail Cahaya Berkat), serta Floreta Tane (Direktur PT Dwimukti Graha Elektrindo).
"Untuk pemanggilan yang bersangkutan nanti akan kami cek apakah hadir atau tidak. Tapi untuk pemeriksaan atau permintaan keterangan kepada pihak-pihak khususnya para vendor atau penyedia barang dan jasa adalah terkait dengan itu," jelas Budi.
Sebelumnya, KPK membuka peluang untuk menetapkan sejumlah perusahaan yang terlibat dalam proyek bansos Presiden saat Covid-19 sebagai tersangka korporasi.
Ini merespons keterlibatan Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha (ALA), Teddy Munawar, dalam proyek yang diduga sarat praktik korupsi.
Baca Juga: KPK Hadiri Sidang Praperadilan Rudy Tanoesoedibjo
"KPK masih membuka peluang baik itu individu maupun korporasi," ujar Jubir KPK kala itu, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu, 10 November 2024.
Tessa menjelaskan, penetapan tersangka korporasi dapat dilakukan apabila perusahaan terbukti menerima keuntungan dari proyek tersebut dengan cara melawan hukum.
Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp125 miliar.
Setidaknya terdapat enam juta paket sembako dari penyaluran tahap tiga, lima, dan enam yang diduga dikorupsi. Setiap tahap terdiri atas dua juta paket, dengan nilai kontrak total sekitar Rp900 miliar.