KLH Sebut Alih Fungsi Lahan dan Sampah sebagai Pemicu Banjir di Bali

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Sep 2025, 17:13
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Warga membersihkan puing-puing bangunan pascabencana banjir di Sungai Badung, Denpasar, Bali, Rabu (17/9/2025). Warga membersihkan puing-puing bangunan pascabencana banjir di Sungai Badung, Denpasar, Bali, Rabu (17/9/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menilai banjir yang melanda sejumlah wilayah di Bali bukan hanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem, tetapi juga akibat perubahan tutupan lahan serta persoalan pengelolaan sampah.

"Jadi faktornya beragam, tapi berkaitan faktor-faktor kepatuhan lingkungan, tadi saya sampaikan kami sedang dalami. Paling tidak ada tiga faktor penting berkaitan dengan lingkungan, pertama adalah berkaitan alih fungsi, tutupan lahan di daerah aliran sungainya," ujar Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Rasio Ridho Sani, usai menghadiri acara ramah tamah di Jakarta, Jumat, 19 September 2025.

Lebih lanjut, Rasio menjelaskan terdapat aktivitas pembangunan yang tidak sesuai tata ruang, termasuk berdirinya bangunan di kawasan sepadan sungai. Selain itu, faktor lain yang memperparah kondisi banjir adalah buruknya pengelolaan sampah.

"Kami temukan adanya sampah-sampah pasca-banjir, ini menunjukkan juga kemungkinan besar sampah-sampah itu masuk ke sungai-sungai. Ini juga menyebabkan banjir menjadi semakin parah," tambahnya.

Baca Juga: KLH Segel PT PMT Diduga Jadi Sumber Cemaran Radioaktif Cesium-137

Sebagai langkah tindak lanjut, KLH melakukan evaluasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) setelah banjir besar melanda Bali. Upaya ini dilakukan usai Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq meninjau sejumlah lokasi terdampak banjir beberapa waktu lalu.

Salah satu fokus evaluasi adalah kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Bali, termasuk DAS Ayung yang saat ini mengalami krisis tutupan lahan. Data mencatat, hujan ekstrem pada 9 September dengan intensitas 245,75 milimeter dalam sehari memicu aliran air sekitar 121 juta meter kubik ke DAS Ayung. Minimnya tutupan hutan membuat banjir meluas hingga wilayah hilir, seperti Denpasar.

Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Bali, dari total 49.500 hektare kawasan DAS Ayung, hanya 1.500 hektare atau sekitar 3 persen yang masih tertutup hutan. Padahal, secara ekologis minimal diperlukan 30 persen tutupan hutan agar fungsi ekosistem berjalan dengan baik.

Baca Juga: KLH Telusuri Dugaan Sumber Radiasi di Kawasan Industri Cikande

Rasio menyebut Menteri Hanif telah meminta Pemerintah Provinsi Bali serta pemerintah kabupaten/kota segera melakukan rehabilitasi lahan di DAS Ayung maupun DAS lainnya.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Rabu, 17 September 2025, jumlah korban meninggal akibat banjir di Bali mencapai 18 orang.

(Sumber: Antara)

x|close