Ntvnews.id, Jakarta - Memasuki hari kedelapan proses evakuasi korban reruntuhan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, pada Senin, 6 Oktober 2025 hingga pukul 18.34 WIB, tim SAR kembali menemukan 12 korban, termasuk satu potongan tubuh.
Dengan penemuan itu, jumlah korban meninggal dunia mencapai 65 orang dari total 169 korban yang berhasil dievakuasi. Dari jumlah tersebut, 104 orang dilaporkan selamat, sementara enam potongan tubuh termasuk dalam daftar korban tewas.
“Saya kira memang ini takdir dari Allah. Jadi semuanya harus bisa bersabar dan mudah-mudahan diberi ganti oleh Allah yang lebih baik,” ujar Kiai Haji Abdus Salam Mujib, pengasuh pondok pesantren pada Senin malam, 29 September 2025.
“Diberi pahala yang sangat-sangat, apa.. enggak bisa mengutarakan.. mudah-mudahan dibalas dengan balasan kebaikan oleh Allah,” lanjutnya.
Salam menyampaikan bahwa pihaknya belum memutuskan apakah aktivitas pesantren akan dihentikan sementara pasca-tragedi tersebut.
Namun, di tengah duka mendalam itu, hasil penyelidikan menunjukkan penyebab utama ambruknya bangunan bukan semata karena faktor alam atau nasib, melainkan karena kegagalan konstruksi.
Foto udara tim gabungan melakukan pembongkaran material untuk memudahkan pencarian korban bangunan mushalla ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (4/10/2025). (ANTARA)
Kasubdit RPDO (Pengarahan dan Pengendalian Operasi) Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia (KMM) Basarnas, Emi Freezer, menjelaskan bahwa struktur bangunan pesantren runtuh karena kesalahan teknis yang membuat bangunan tidak mampu menahan beban.
“Jatuhnya adalah kegagalan konstruksi kemudian berubah menjadi tumpukan atau istilah internasional itu pancake model,” ujar Emi di posko asrama putri Ponpes Al-Khoziny, Rabu, 1 Oktober 2025 lalu.
“Nah, dari pancake model ini kalau kita lihat gravity of center-nya itu ada di posisi seperti dia posisi ke arah kiri. Kalau kita lihat dari sisi sebelah kanan ya,” lanjutnya.
Emi menambahkan, dasar bangunan memiliki perbedaan ketinggian yang menyebabkan posisi trap atau pondasi tidak merata. Kondisi tersebut membuat bangunan kehilangan keseimbangan dan akhirnya ambruk menimpa seluruh struktur di atasnya.
Baca Juga: Masih Jadi Misteri, Siapa Pemilik Mobil Mercy yang Tertimpa Reruntuhan di Ponpes Al Khoziny?
Dalam proses pencarian korban, tim SAR bahkan hanya bisa mengandalkan komunikasi suara karena ruang antar-reruntuhan sangat sempit.
“Kemudian dengan menggunakan flexible search cam yang kami bisa masukkan ke celah terkecil yang ada di himpitan main column atau kolom-kolom tiang utama yang ada di main of center-nya,” kata Emi menjelaskan.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa bentuk kolom utama bangunan menunjukkan indikasi kelainan pada desain struktur.
“Artinya kalau kita melihat konstruksi dari sebuah bangunan secara standar, standarnya adalah apabila dia mengalami kegagalan konstruksi harusnya dia patah. Bukan melengkung, atau artinya kalau kita melihat ini adalah elastisitasnya sangat tinggi,” jelasnya.
“Artinya kalau kita bicara melihat dari bukti nyata saat ini, maka kemampuan nanti untuk menahan beban secara keseluruhan ini tidak sesuai dengan beban yang ada di sana. Akibatnya adalah maka tercipta void ruang celah-celah sempit yang ada di dalam yang kesulitan untuk kita bisa akses,” imbuhnya.
Dengan temuan tersebut, tragedi ambruknya Ponpes Al-Khoziny tak lagi semata-mata bisa disebut sebagai “takdir,” melainkan menjadi peringatan serius tentang pentingnya penerapan standar keselamatan dan kekuatan konstruksi bangunan, terlebih di fasilitas pendidikan yang menampung banyak nyawa.