Ntvnews.id, Jakarta - Sidang gugatan warga penghuni Apartemen Gading Nias Residence terhadap salah satu BUMD DKI, dijadwalkan digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 14 Oktober 2025. Pihak penggugat berharap para tergugat hadir dalam persidangan kali ini. Sebab, dalam dua kali persidangan sebelumnya, pihak BUMD maupun Gubernur Jakarta tak hadir.
Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ini, dilayangkan Perhimpunan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Apartemen Gading Nias Residence, lantaran tarif air di hunian tersebut yang digolongkan ke tarif kategori yang menurut mereka mahal, oleh BUMD tersebut. Padahal, Apartemen Gading Nias Residence, sama halnya dengan rumah susun sederhana milik (rusunami). Sehingga, tarif air dari perusahaan itu seharusnya juga masuk kategori untuk rusunami.
"Agenda hari ini masih pemanggilan para pihak. Karena dua kali persidangan sebelumnya dari pihak BUMD Ataupun gubernur DKI ini tidak hadir. Jadi hari ini panggilan ketiga untuk BUMD dan gubernur DKI. Kalau agenda masih pemeriksaan legalitas para pihak," ujar kuasa hukum penggugat, Haris Candra kepada wartawan.
Menurut Haris, pihak BUMD dijadwalkan menghadiri persidangan. "Tapi Kalau gubernur kita belum tahu. Tapi seandainya kalau tidak hadir karena ini sudah panggilan ketiga, dan panggilannya resmi, maka akan dilanjutkan persidangannya tanpa kehadiran pihak yang tidak hadir," tuturnya.
Baca Juga: Sahroni Muncul Lagi ke Publik, Kali Ini Diwisuda Doktor Ilmu Hukum
Jika pihak BUMD dan perwakilan Gubernur Jakarta tidak hadir, maka persidangan tetap akan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan. Apabila hadir, akan dilaksanakan pemeriksaan legalitas.
"Seandainya legalitas ini sudah sesuai, maka akan dilanjutkan dengan penunjukkan hakim mediator," kata Haris.
Adapun tarif yang dinilai tidak sesuai oleh penggugat itu, sudah diberlakukan BUMD tersebut sejak tahun 2014 hingga sekarang. Karenanya, warga penghuni Apartemen Gading Nias Residence melalui PPPSRS, melayangkan gugatan perdata setelah sebelumnya melakukan berbagai upaya.
"Tarif air kita itu dikategorikan sebagai rumah susun menengah, padahal kita kan rusunami, kita rusunami dari ada SK gubernur, ada dari kementerian dan amdal kita juga memang kita rusunami," papar Ketua PPPSRS Gading Nias Residence, Edison Manurung.
"Dan kita juga dalam rangka memenuhi permintaan pemerintah untuk menyediakan seribu tower di perkotaan. Itu awalnya dulu," imbuhnya.
Akibat dari tarif air yang dinilai tak sesuai ini, warga kelebihan bayar ke BUMD itu sebesar Rp17 miliar. Warga sudah mengadukan hal ini ke Gubernur Jakarta, DPRD DKI, namun tak ada hasil yang memuaskan.
"Sebatas ya ditampung-ditampung, seolah-olah meninabobokan kita lah di situ. Jadi kayaknya enggak ada tanggapan, enggak ada respons," tutur Edison.
Baca Juga: Purbaya Sentil Ara Soal Ruang Kerja Mewah, Tapi Bikin Rumah Rakyat Kecil: Gak Adil Dia!
"Kita yakin lah masa pemerintahan terhadap warganya, masyarakatnya mau melakukan yang semacam, kalau istilah ekstrimnya lah kayak pemerasan lah gitu," imbuh dia.
Dalam gugatannya, pihak warga menuntut penggolongan tarif air Apartemen Gading Nias Residence disesuaikan sesuai kategori yang sesungguhnya.
"Kita minta agar pengadilan ini menetapkan Gading Nias dikategorikan sebagai golongan 5F2. Yang berikutnya tentu kita meminta agar uang-uang yang tadi dikatakan sudah masuk ke dalam BUMD itu, sudah dibayarkan kelebihan-kelebihan ini, agar dikembalikan kepada kita. Karena memang itu uang kita," jelas Haris.
Pihak warga berharap melalui pengadilan, keadilan bisa mereka peroleh. Apalagi, kata Edison, Presiden Prabowo Subianto pernah memerintahkan jajarannya agar tak membuat susah rakyat. Ia berharap, pesan Prabowo itu benar-benar dijalankan aparat atau pihak pemerintah di bawah.
"Saya pernah dengar ya di YouTube atau di mana itu Pak Presiden Prabowo mengatakan 'pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, jangan ada yang membodohi masyarakat'," tutur Edison.
"Jangan aturannya itu tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ini masyarakat-masyarakat berpenghasilan rendah loh," imbuhnya.