Ntvnews.id, Jakarta - Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan kebijakan plain packaging atau penyeragaman warna kemasan rokok kembali menuai penolakan. Kali ini, kritik datang dari kalangan pemerhati Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang menilai langkah tersebut bisa melanggar hak atas merek dagang, meningkatkan risiko peredaran produk ilegal, dan menurunkan potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), Dwi Anita Daruherdan, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana itu. Ia menilai, penyeragaman kemasan akan meniadakan fungsi utama merek yang selama ini dilindungi oleh undang-undang.
“Saya sih tidak setuju. Karena, plain packaging akan meniadakan merek dan hal tersebut akan menghilangkan fungsi merek pada kemasan rokok. Fungsi merek adalah untuk membedakan produk atau jasa sejenis yang diproduksi oleh pihak yang berbeda,” ujar Dwi dalam keterangannya, Rabu, 22 Oktober 2025.
Ia mencontohkan, industri makanan dan minuman sangat bergantung pada identitas visual. Tanpa merek, konsumen akan kehilangan kemampuan untuk membedakan produk dan tidak memperoleh informasi yang membantu dalam mengambil keputusan.
Baca Juga: Sekadarnya Larangan Merokok: Antara Regulasi, Kesadaran, dan Budaya
“Bayangkan apabila semua produk ayam goreng cepat saji diharuskan menggunakan kemasan putih atau polos. Jadi nanti konsumen tidak memperoleh informasi, produk mana yang diinginkan,” jelasnya.
Menurut Dwi, membangun merek bukan hal instan, melainkan hasil dari proses panjang dan investasi besar. Ia menegaskan bahwa merek bukan sekadar simbol, tetapi aset bernilai tinggi yang merepresentasikan kualitas serta kepercayaan konsumen.
“Memiliki merek yang dikenal di masyarakat, itu bukan hanya seperti menjentikkan jari atau mengedipkan mata, yang cling langsung dikenal. Semua melalui proses dan usaha yang tidak mudah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa merek global dengan valuasi tinggi juga berisiko kehilangan nilainya apabila dipaksa menjual produk tanpa identitas visual.
Baca Juga: Perhimpunan Guru Protes Gubernur Copot Kepsek Disiplinkan Siswa Merokok
“Bayangkan apabila saya memberikan Anda minuman soda cola tanpa merek. Apakah Anda akan bersedia meminumnya? Jadi nilai dari suatu merek itu adalah merupakan hal yang sangat penting yang harus dijaga dari waktu ke waktu,” papar Dwi.
Selain aspek HAKI, Dwi juga menyoroti potensi meningkatnya peredaran rokok ilegal jika kebijakan plain packagingdiberlakukan. Menurutnya, kemasan yang seragam akan memudahkan pemalsuan karena tidak lagi memiliki elemen desain yang kompleks dan dilindungi hak cipta.
Lebih jauh, ia memperingatkan bahwa penerapan kebijakan ini bisa berimbas pada penurunan PNBP. Tanpa peran merek dalam kemasan, insentif perusahaan untuk mendaftarkan merek ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) bisa berkurang signifikan
“Padahal industri hasil tembakau selama ini merupakan salah satu kontributor pendaftaran merek terbesar di Indonesia,” pungkasnya.