Ntvnews.id, Jakarta - PT Pertamina (Persero) telah membentuk Tim Crisis Center untuk mengevaluasi seluruh proses bisnis perusahaan, dengan fokus utama pada aspek operasional. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam meningkatkan tata kelola perusahaan.
“Kami telah membentuk Tim Crisis Center untuk meninjau secara menyeluruh proses bisnis, khususnya dari sisi operasional. Kami berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan guna memastikan tata kelola Pertamina semakin baik,” ujar Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, Senin 3 Maret 2025.
Baca Juga : Pertamina Sudah Uji Sampel BBM di 33 SPBU, Ini Hasilnya
Simon juga menegaskan komitmennya sebagai pemimpin utama perusahaan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina.
“Pertamina bukan sekadar aset bangsa, tetapi juga urat nadi yang menopang kehidupan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa selama 67 tahun, Pertamina telah menghadirkan layanan energi bagi Indonesia dan akan terus berkomitmen memberikan pengabdian terbaik bagi masyarakat.
Baca Juga : Dirut Simon: Masih Banyak Insan Merah Putih di Pertamina
“Dalam perjalanannya, apabila terjadi beberapa tindakan yang tentunya menyakiti hati dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat Indonesia, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,” tutur Simon.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018–2023. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp193,7 triliun.
Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama, melakukan pembelian dan pembayaran untuk RON 92, padahal bahan bakar yang sebenarnya dibeli hanya RON 90 atau lebih rendah.
Baca Juga : Dirut Pertamina Siap Kasih Data dan Keterangan ke Kejaksaan
Bahan bakar dengan RON 90 tersebut kemudian dicampur (blending) di storage/depo untuk meningkatkan kadar oktannya menjadi RON 92, sebuah praktik yang tidak diperbolehkan.
Modus ini memicu kekhawatiran masyarakat mengenai kualitas BBM RON 92 yang dijual di SPBU Pertamina, terutama Pertamax.
Menanggapi hal ini, Lemigas melakukan uji sampel terhadap BBM yang dijual oleh Pertamina dan menyatakan bahwa seluruh sampel bensin yang diuji telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sampel yang diuji berasal dari berbagai SPBU di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan, serta dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang.
(Sumber Antara)