Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa keberadaan lapangan minyak Forel dan Terubuk yang berada di wilayah Kepulauan Riau telah menambah pasokan minyak nasional sebesar 20 ribu barel per hari (BPH).
“Selain 20 ribu barel minyak per hari, ada juga potensi produksi gas sebesar 60 MMSCFD dari blok ini,” ujar Bahlil saat menghadiri Peresmian Produksi Perdana Lapangan Minyak Forel dan Terubuk yang dipantau dari Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025.
Ia menambahkan bahwa apabila pengembangan gas dari blok tersebut dapat dimulai secepatnya pada 2026, maka Indonesia berpeluang mengalami surplus gas. Dengan kondisi ini, pemerintah dapat mengalihkan fokus secara penuh untuk mencapai target lifting minyak sebanyak 1 juta BPH yang ditetapkan pada tahun 2029 hingga 2030.
Baca Juga: Prabowo: Swasembada Energi, Pilar Ketahanan dan Kedaulatan Bangsa
Menurut Bahlil, peresmian produksi awal dari lapangan minyak Forel dan Terubuk memberikan kontribusi langsung terhadap pencapaian target nasional tersebut.
“Insyaallah, target APBN 2025 dan target bapak Presiden akan bisa kami wujudkan pada akhir 2025 ini,” ungkapnya optimistis.
Selain potensi utama dari lapangan Forel dan Terubuk, Bahlil juga mencatat adanya peluang tambahan produksi minyak sebanyak 7 ribu BPH dari area sekitar blok, yang hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh tidak aktifnya pemegang izin di wilayah tersebut.
Terkait hal ini, Bahlil mengharapkan agar Presiden Prabowo Subianto dapat memberikan kewenangan kepada Kementerian ESDM untuk meninjau kembali izin-izin yang tidak aktif dan menyerahkannya kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang baru dan lebih berkomitmen.
Baca Juga: Prabowo Resmikan Produksi Minyak Forel dan Terubuk Secara Hybrid
“Sehingga bisa meningkatkan lifting minyak untuk menuju kedaulatan energi,” ucap Bahlil.
Sebagai informasi, Lapangan Forel dan Terubuk berada di dalam Wilayah Kerja South Natuna Sea Block B, yang berlokasi di Kepulauan Riau. Proyek pengembangan yang bersifat offshore ini dilaksanakan oleh afiliasi dari PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), yaitu Medco E&P Natuna Block B Ltd yang memegang 40 persen hak partisipasi, Medco Daya Abadi Lestari sebanyak 35 persen, dan sisanya, 25 persen, dimiliki oleh Prime Energy.
Bahlil juga menambahkan bahwa total investasi untuk proyek ini mencapai sekitar 600 juta dolar AS, serta mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.300 orang selama fase konstruksi berlangsung.