Soal PP 28/2024, Serikat Pekerja Minta Perlindungan bagi Industri Lokal

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Jun 2025, 18:44
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi Industri Hasil Tembakau Ilustrasi Industri Hasil Tembakau (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Industri Hasil Tembakau (IHT) kembali berada di bawah tekanan kebijakan pemerintah yang dinilai sarat dengan pengaruh asing. Serikat pekerja mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, beserta aturan turunannya, sebagai bentuk penerapan terselubung terhadap agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) milik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), meskipun Indonesia belum pernah meratifikasi perjanjian internasional tersebut.

Ketentuan-ketentuan dalam PP tersebut dianggap mengarah pada penerapan prinsip-prinsip FCTC yang sejatinya lebih cocok diterapkan di negara-negara non-produsen tembakau. Serikat pekerja memperingatkan bahwa kebijakan semacam ini berpotensi merugikan sektor IHT secara struktural dan mengancam keberlangsungan jutaan lapangan pekerjaan yang bergantung pada industri tersebut.

Kekhawatiran ini mencerminkan pandangan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menentang tegas segala bentuk campur tangan asing dalam kebijakan dalam negeri.

Dalam pidatonya saat memperingati Hari Lahir Pancasila pada 2 Juni 2025 di Gedung Pancasila, Presiden Prabowo menyampaikan, “Perbedaan jangan menjadi sumber gontok-gontokan. Ini selalu yang diharapkan oleh bangsa-bangsa asing, kekuatan-kekuatan asing yang tidak suka Indonesia kuat, tidak suka Indonesia kaya."

Baca Juga: Prabowo Sentil BUMN Jangan Andalkan PMN Terus, Minta Kerja Lebih Cepat dan Efisien

Sikap presiden tersebut turut menguatkan posisi serikat pekerja yang menolak prinsip-prinsip FCTC dalam kebijakan nasional. Mereka menilai bahwa adopsi prinsip dari agenda global yang tidak sesuai dengan realitas sosial-ekonomi Indonesia dapat melemahkan kedaulatan negara dan merugikan sektor strategis seperti IHT.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menyampaikan penolakannya terhadap campur tangan asing dalam kebijakan nasional.

"IHT itu ada aspek kerja sama dengan barang konsumsi lainnya. Memang ada FCTC yang diusung WHO, tapi Indonesia sampai saat ini tidak meratifikasinya. Maka seharusnya kita konsisten, jangan justru menjalankan agenda yang tidak kita sepakati secara resmi,” ujar Sudarto dalam peringatan HUT RTMM-SPSI di Lapangan Rendeng, Kudus, baru-baru ini.

Sudarto juga mengkritik pendekatan yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan dalam menyusun regulasi terkait, yang dinilainya terlalu condong pada isu kesehatan tanpa mengindahkan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.

Baca Juga: Kejagung Limpahkan Berkas Tersangka Korupsi Minyak Mentah ke JPU

Salah satu pasal dalam PP 28/2024 yang menjadi sorotan adalah pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dan pelarangan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari sekolah serta taman bermain anak, serta rencana penerapan plain packaging atau kemasan polos tanpa merek sebagaimana tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai turunan PP tersebut.

Menurut Sudarto, kebijakan ini sangat identik dengan rekomendasi FCTC dan tidak relevan untuk diterapkan di Indonesia sebagai negara produsen tembakau.

“Dampak terhadap pekerja sangat besar. Ini menghambat proses penjualan. Kalau produk tidak terserap di pasar, buruh juga terancam. Jadi dampaknya begitu besar,” jelasnya.

Ia memperingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat mempercepat penurunan produksi, mendorong efisiensi tenaga kerja, dan berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.

Baca Juga: Prabowo: Kita Kurang Disiplin Jaga Kekayaan

Kekhawatiran serupa disampaikan oleh Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP RTMM PT Djarum Kudus, Ali Muslikin, yang menilai intervensi asing dalam kebijakan pertembakauan sebagai ancaman langsung terhadap keberlangsungan hidup para pekerja.

“Terkait intervensi asing, kami di IHT turut menyumbang Rp240 triliun setoran ke negara. Itu hampir 10 persen dari APBN. Kalau industri semakin dicekik dengan aturan, saya tidak tahu negara akan dapat pendapatan dari mana?” ungkapnya.

Ali memperingatkan bahwa penerapan kebijakan yang terinspirasi oleh agenda luar negeri tanpa mempertimbangkan konteks nasional bisa berdampak fatal tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga bagi keuangan negara.

Melalui pernyataan dan aksi mereka, serikat pekerja mendesak pemerintah agar tidak mengorbankan kepentingan ekonomi nasional demi mengikuti agenda kesehatan global yang belum tentu relevan dengan kondisi dalam negeri. Mereka menyerukan agar setiap kebijakan tetap berlandaskan pada prinsip kedaulatan nasional, keadilan sosial, serta keberlanjutan ekonomi masyarakat Indonesia.

x|close