A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Serikat Pekerja DIY Soroti Dampak PP 28/2024 terhadap Industri Tembakau - Ntvnews.id

Serikat Pekerja DIY Soroti Dampak PP 28/2024 terhadap Industri Tembakau

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Jun 2025, 19:10
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi PHK. Ilustrasi PHK. (Pixabay)

Ntvnews.id, Jakarta - Kalangan pekerja industri hasil tembakau (IHT) menyatakan penolakan tegas terhadap sejumlah ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur sektor pertembakauan, termasuk wacana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Kebijakan ini dinilai berisiko tinggi terhadap keberlangsungan industri serta jutaan pekerja yang menggantungkan penghidupan mereka pada sektor tersebut.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestariyanto, menyatakan bahwa pihaknya mendesak pemerintah untuk melakukan deregulasi terhadap pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024.

"Pastinya setuju dengan adanya deregulasi, apalagi pasal-pasal itu betul-betul membatasi ruang gerak ekosistem pertembakauan," ujar Waljid dalam keterangannya, Selasa, 24 Juni 2025.

Menurut Waljid, meskipun kebijakan ini awalnya dimaksudkan sebagai upaya pengaturan, sejumlah ketentuannya justru bisa melemahkan ekosistem tembakau nasional. Pembatasan yang diatur, termasuk larangan promosi, sponsor, dan iklan produk tembakau, serta rencana penyamaan kemasan tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dianggap terlalu menekan.

Lebih jauh, PP tersebut juga menjadi acuan bagi banyak daerah dalam merevisi peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang berujung pada semakin sempitnya ruang gerak industri.

"Itu kan terkait ruang gerak industri hasil tembakau semakin tidak bisa bergerak, artinya jualan saja susah. Apalagi mau promosi dan lain-lain, susah," kata Waljid.

Ia menambahkan bahwa semakin ketatnya regulasi ini berpotensi menurunkan penjualan secara signifikan. Dalam kondisi demikian, perusahaan diyakini akan melakukan efisiensi besar-besaran yang turut berdampak pada pemangkasan tenaga kerja.

“Efisiensi itu tidak hanya di lini produksi, tapi juga menyasar sumber daya manusia. Ini bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK),” ungkapnya.

Penolakan terhadap kebijakan ini, lanjut Waljid, telah disuarakan oleh FSP RTMM-SPSI sejak awal PP 28/2024 disahkan. Pihaknya bahkan berencana mengirim surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan keberatan mereka terhadap pasal-pasal yang dianggap merugikan sektor pertembakauan.

Tak hanya soal regulasi non-fiskal, Waljid juga mengkritik kebijakan fiskal berupa kenaikan tarif CHT yang hampir terjadi setiap tahun. Ia menilai hal ini tidak tepat di tengah kondisi ekonomi yang masih dalam pemulihan dan lemahnya daya beli masyarakat.

"Daya beli masyarakat turun, kemudian masyarakat itu akan tetap merokok tapi dengan rokok yang lebih murah. Sekarang lagi marak yang tanpa cukai itu, yang ilegal," jelasnya.

Menurutnya, perpaduan antara pengendalian yang terlalu ketat dan kenaikan cukai justru membuka ruang bagi peredaran rokok ilegal, yang pada akhirnya merugikan negara dari sisi penerimaan cukai.

Ia menekankan bahwa pemerintah seharusnya tidak hanya mengandalkan pembatasan dan tarif tinggi, tetapi juga fokus pada pemberantasan rokok ilegal melalui penegakan hukum yang tegas.

“Lebih baik tunda dulu (moratorium) saja kenaikan cukai rokok, paling tidak untuk tiga tahun ke depan,” tutup Waljid.

x|close