Ntvnews.id, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tengah menantikan kejelasan regulasi pemerintah sebagai tindak lanjut hasil negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat, guna membuka peluang impor minyak dan gas bumi (migas) dari Negeri Paman Sam.
“Regulasi, tentu regulasi. Karena kami pelaksana, jadi yang kami butuhkan ya regulasi,” kata Fadjar Djoko Santoso Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) saat dijumpai, pada Kamis, di Jakarta.
Fadjar mengungkapkan bahwa Pertamina telah menjalin kerja sama dengan mitra di Amerika Serikat melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) terkait pembelian minyak mentah.
Langkah ini menjadi bagian dari proposal yang diajukan Indonesia kepada AS, sebagai upaya menurunkan tarif resiprokal yang sebelumnya mencapai 32 persen.
“Yang baru MoU itu optimalisasi untuk kerja sama pengadaan minyak mentah. Kalau LPG, per 2024, kami sudah mengimpor LPG dari AS,” ucap Fadjar.
Sepanjang 2024, Pertamina telah mencatatkan impor LPG dari Amerika Serikat sebesar 57 persen dari total keseluruhan.
Penandatanganan MoU dengan mitra AS pun bersifat fleksibel, menyesuaikan dengan kebutuhan nasional, kapasitas fiskal Indonesia, serta kesiapan kilang dalam negeri. Rencananya, minyak mentah dari AS akan diproses di sejumlah kilang Pertamina, termasuk Kilang Balikpapan.
“Nah, untuk melakukan itu (impor migas), kami perlu dukungan regulasi dari pemerintah untuk menjustifikasi pengadaan dari sana,” ujar Fadjar.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa tarif impor sebesar 19 persen akan dikenakan pada produk-produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat. Kebijakan ini merupakan hasil dari negosiasi langsung antara dirinya dan Presiden RI Prabowo Subianto.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia berkomitmen untuk membeli energi asal AS senilai 15 miliar dolar AS (sekitar Rp244 triliun), produk pertanian senilai 4,5 miliar dolar AS (sekitar Rp73,1 triliun), serta 50 unit pesawat Boeing.
(Sumber: Antara)