A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Menkomdigi: Tidak Semua Platform Digital Patut Diakses Bebas oleh Anak - Ntvnews.id

Menkomdigi: Tidak Semua Platform Digital Patut Diakses Bebas oleh Anak

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Jul 2025, 11:14
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid. (Komdigi)

Ntvnews.id, Jakarta - Dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional 2025, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menekankan urgensi perlindungan anak-anak di dunia digital. Ia menyoroti pentingnya klasifikasi platform digital agar sesuai dengan tingkat risiko dan usia pengguna, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, yang dikenal sebagai PP Tunas.

Saat menyampaikan paparannya di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Jakarta Timur, Kamis, 24 Juli 2025, Meutya mengungkapkan bahwa anak-anak kini menghadapi ancaman serius ketika berselancar di internet maupun media sosial.

Menurutnya, tidak semua platform digital aman untuk diakses anak secara bebas karena banyak mengandung konten yang berpotensi membahayakan kesehatan mental dan keselamatan mereka.

“Platform dengan risiko tinggi hanya boleh diakses oleh anak-anak berusia 16 tahun ke atas, dan itu pun harus dengan pendampingan orang tua,” ujar Meutya.

Regulasi dalam PP Tunas mengatur bahwa tiap platform akan diklasifikasikan menurut batas usia anak berdasarkan potensi risikonya.

“Platform digital tidak bisa disamaratakan. Karena itu, pemerintah akan mengklasifikasikan akses berdasarkan kategori risiko platform, yaitu rendah, sedang, dan tinggi,” jelasnya.

Meutya menambahkan bahwa platform yang dikategorikan sebagai berisiko tinggi—misalnya yang mengandung kekerasan, pornografi, atau berpotensi memicu perundungan—akan dikenai pembatasan usia secara ketat.

Ia kemudian merinci pembagian jenjang usia akses platform digital sebagai berikut:

  • Anak-anak di bawah usia 13 tahun hanya diizinkan mengakses platform yang sepenuhnya aman, seperti situs edukatif atau yang memang dirancang khusus untuk anak-anak.

  • Untuk usia 13–15 tahun, akses dibuka terhadap platform dengan tingkat risiko rendah hingga sedang.

  • Anak usia 16–17 tahun diperbolehkan mengakses platform berisiko tinggi, namun dengan pengawasan orang tua.

  • Sementara mereka yang telah berusia 18 tahun ke atas dapat mengakses seluruh jenis platform tanpa batasan.

Meutya menyatakan bahwa PP Tunas menjadi langkah strategis dalam mewujudkan ruang digital yang lebih aman dan sehat bagi generasi muda. Aturan ini dirancang untuk melindungi anak dari konten negatif yang tidak sesuai usia serta menghindarkan mereka dari kecanduan digital.

Namun, ia menegaskan bahwa tanggung jawab menciptakan lingkungan digital yang aman tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah. Peran orang tua, masyarakat, dan anak-anak sendiri menjadi elemen penting dalam upaya perlindungan tersebut.

Ia pun mengingatkan anak-anak agar berani bersuara dan tidak tinggal diam bila menjadi korban kekerasan digital.

“Kalau jadi korban perundungan, penipuan, atau dapat ajakan bertemu oleh orang asing, anak-anak jangan diam. Laporkan ke orang tua, guru, atau pihak berwenang. Negara hadir untuk melindungi kalian,” tegasnya di hadapan ratusan siswa yang hadir.

Melalui kerja sama semua pihak, pemerintah berharap anak-anak Indonesia dapat memanfaatkan dunia digital secara bijak, aman, dan produktif.

x|close