Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) menjelaskan bahwa kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara mitra dagang dimaksudkan untuk menghidupkan kembali kekuatan sektor manufaktur di negaranya.
Menurut Agus, kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS saat ini masih tergolong rendah, yakni kurang dari 12 persen. Karena itu, Trump dinilai berupaya mengembalikan peran besar sektor tersebut dalam perekonomian nasionalnya.
"Tujuan utama dari Presiden Trump adalah mengembalikan sektor manufaktur Amerika untuk pertumbuhan yang bisa semakin tinggi dan kontribusi terhadap GDP Amerika-nya kembali semakin besar," ujar Agus di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor tinggi tersebut juga bertujuan menjaga keseimbangan neraca perdagangan AS dengan negara-negara mitra dagangnya.
"Di permukaannya memang untuk balance, trade balance antara Amerika dengan negara-negara partner balance, trade partnernya," kata Agus.
Menanggapi kebijakan tarif impor sebesar 100 persen yang diterapkan AS terhadap produk asal China, Agus menyampaikan pandangannya secara hati-hati. Ia menilai kebijakan itu kemungkinan besar merupakan strategi Trump untuk menarik investasi masuk ke negaranya.
Baca Juga: Tak Cuma Smartphone, Menperin Rayu Xiaomi Perluas Investasi Produksi Mobil Listrik
"Kalau kita bicara dalam konsep perdagangan, sangat sensitif. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa Trump menggunakan instrumen tarif, itu menurut pandangan saya, karena saya belum pernah duduk dengan Trump. Tapi menurut pandangan saya, itu upaya beliau untuk menarik investasi," ucap Agus.
Sebelumnya, Trump berjanji akan memberlakukan tarif baru sebesar 100 persen terhadap produk-produk asal China serta membatasi ekspor “perangkat lunak penting”, sebagai respons atas kebijakan pembatasan ekspor mineral tanah jarang (rare earth) yang diterapkan Beijing.
Tarif baru tersebut direncanakan mulai berlaku pada 1 November 2025 atau bahkan lebih cepat, tergantung pada langkah lanjutan yang akan diambil oleh pemerintah China.
Sementara itu, pada Kamis 9 Oktober 2025, pemerintah China mengumumkan kebijakan pembatasan ekspor unsur tanah jarang yang memperluas kontrol terhadap teknologi pemrosesan dan industri manufaktur. Kebijakan tersebut juga melarang kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin resmi dari pemerintah.
Kementerian Perdagangan China menyatakan bahwa langkah itu diambil untuk menjaga keamanan serta kepentingan nasional, termasuk pengendalian ekspor di sektor teknologi penambangan, peleburan, pemisahan, produksi material magnetik, dan daur ulang sumber daya sekunder.
Dengan diberlakukannya tarif tinggi bagi produk asal China, sejumlah komoditas ekspor dari Indonesia diprediksi akan memiliki peluang lebih besar untuk bersaing di pasar Amerika Serikat. Produk seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik dinilai berpotensi memperoleh pangsa pasar yang lebih luas.
(Sumber : Antara)