Ntvnews.id, Tokyo - Fenomena wisata seks di Jepang kini makin menarik perhatian wisatawan, khususnya di kawasan Taman Okubo, Tokyo, yang sempat ramai dibicarakan di media sosial. Lokasi ini terletak tak jauh dari Kabukicho, kawasan hiburan terkenal yang identik dengan patung kepala Godzilla di atas gedung bioskop.
Dilansir dari AFP, Rabu, 23 April 2025, menyebut setiap malam, sejumlah perempuan muda terlihat berbaris di sekitar taman tersebut. Mereka bukan sekadar menikmati suasana malam atau menunggu seseorang, melainkan menawarkan layanan seksual kepada turis mancanegara.
Aktivitas ini makin mencuat setelah sejumlah video menjadi viral di platform seperti TikTok dan Bilibili. Video-video tersebut memicu rasa ingin tahu turis asal Korea Selatan, China, Taiwan, hingga Amerika Utara dan Eropa.
Keterbatasan bahasa bukan lagi hambatan. Banyak turis menggunakan aplikasi penerjemah untuk berkomunikasi. Salah satu kalimat yang kerap muncul di layar ponsel mereka adalah, "Berapa?"
Baca Juga: Wisata Seks di Jepang Kembali Ramai, Terkuak Penyebabnya
Ria, salah satu pekerja seks di area tersebut, mengaku lebih suka melayani turis asing dibanding pelanggan lokal. Ia menyebut daya beli warga Jepang menurun dan khawatir terhadap aparat yang menyamar. "Orang asing biasanya enggak menawar. Bahkan, sering kasih uang lebih," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa risiko tertangkap lebih kecil jika melayani pelanggan dari luar negeri.
Tarif layanan pun bervariasi, berkisar antara 15 ribu hingga 30 ribu yen, atau setara dengan Rp 1,8 juta hingga Rp 3,6 juta. Meski begitu, kondisi ekonomi dan persaingan memaksa para PSK menyesuaikan harga.
Azu, PSK berusia 19 tahun, mengungkap bahwa ia bisa mendapatkan 20 ribu yen dalam waktu satu jam dari wisatawan asing, asalkan persyaratan tertentu terpenuhi.
Namun di balik aktivitas yang tampak seperti “pasar terbuka” ini, tersembunyi sisi kelam. Banyak perempuan muda yang bekerja tanpa perlindungan, menghadapi risiko pelecehan, direkam secara diam-diam, atau bahkan tidak dibayar. Ketiadaan perlindungan hukum hanya memperparah keadaan.
Baca Juga: Populasi di Jepang Turun 898 Ribu orang
Arata Sakamoto, anggota organisasi nirlaba Rescue Hub, berusaha memberikan bantuan. Bersama timnya, ia menyediakan tempat aman bagi PSK yang ingin keluar dari dunia tersebut. Di apartemen yang disediakan, mereka bisa beristirahat, makan, dan mendapatkan dukungan psikologis.
Arata menjelaskan bahwa lonjakan jumlah PSK lokal merupakan dampak berkepanjangan dari pandemi.
“Sepuluh tahun lalu, tidak banyak perempuan Jepang yang terlibat di dunia ini. Tapi pandemi membuat banyak dari mereka kehilangan pekerjaan dan akhirnya memilih menjual diri untuk bertahan,” katanya.
Ironisnya, hukum di Jepang belum menjangkau konsumen layanan seksual. Justru para PSK yang kerap mendapat hukuman. Hal ini memicu desakan dari berbagai kalangan agar kebijakan diperbarui demi mengatasi eksploitasi terhadap perempuan secara menyeluruh.
Hingga saat ini, Kepolisian Tokyo belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait maraknya wisata seks di kawasan Taman Okubo. Mereka hanya menyebut bahwa patroli telah ditingkatkan sejak Desember. Namun, dengan semakin banyaknya konten viral yang mempromosikan wisata seks, kekhawatiran publik pun turut meningkat.