Ntvnews.id, Jakarta - Kegiatan ibadah umat Kristen di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, berakhir ricuh pada Jumat, 27 Juni 2025. Warga membubarkan mereka secara paksa, bahkan merusak properti di lokasi. Aksi tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak termasuk politisi.
Peristiwa ini terekam dalam video yang viral di media sosial, salah satunya diunggah oleh akun Instagram @sukabumisatu. Dalam tayangan tersebut, tampak sekelompok warga menurunkan simbol berbentuk kayu salib, merusak kaca, meja, dan kursi di halaman rumah tersebut.
Warga juga terdengar berteriak-teriak saat melakukan aksi tersebut. Menurut keterangan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), kegiatan yang dibubarkan itu adalah retret pelajar Kristen yang berlangsung sekitar pukul 14.00 WIB.
GAMKI menyebut pembubaran dilakukan secara paksa oleh sekelompok warga dengan dalih perizinan, bahkan disertai tindakan intimidasi.
"Tetapi juga melanggar hak konstitusional setiap warga negara dalam menjalankan keyakinan dan agamanya,” kata Sekretaris DPD GAMKI Bogor Andry Simorangkir, dikutip dari situs resmi pada Senin, 30 Juni 2025.
GAMKI menilai tindakan tersebut sebagai bentuk nyata intoleransi yang mencederai prinsip kebhinekaan Indonesia. Mereka juga telah melakukan investigasi awal dan menyatakan bahwa para peserta kegiatan mayoritas adalah pelajar yang mengikuti ibadah dalam lingkup internal.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sukabumi menegaskan bahwa rumah tersebut bukanlah tempat ibadah resmi. Kepala Kesbangpol Sukabumi, Tri Romadhono, menyatakan rumah itu telah diperingatkan sebanyak tiga kali sejak April 2025 agar tidak digunakan sebagai tempat ibadah.
"Ini bukan gereja, dan bukan pula tempat ibadah resmi. Ini rumah tinggal yang dipakai untuk kegiatan keagamaan secara tidak semestinya. Yang terjadi bukan perusakan gereja, melainkan rumah tinggal yang difungsikan tidak sesuai," jelas Tri.
Senada dengan itu, Kepala Seksi Trantib Satpol PP Cidahu, Heppy Supriadi Supardi, mengatakan bahwa dalam rapat bersama unsur Forkopimcam dan tokoh masyarakat, disepakati bahwa rumah tersebut harus dikembalikan fungsinya sebagai tempat tinggal.
"Intinya, rumah ini dikembalikan fungsinya sebagai tempat tinggal, bukan tempat ibadah," ujarnya.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh sebagian umat Kristen yang hadir dalam acara tersebut. Mereka menyebut kegiatan itu bersifat privat dan internal, serupa dengan pengajian di lingkungan umat Islam.
"Ceritanya temen gw lagi retret ke Sukabumi, dan di sana mereka singgah di villa/tempat milik gereja dia, milik loh ya bukan sewa. Dan tiba-tiba mereka diusir dengan cara yang sangat kasar dan tidak ada etika," tulis akun cinnamonw234.
Aksi pembubaran ibadah ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk politikus PDI Perjuangan Guntur Romli. Ia menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum dan ancaman serius bagi kerukunan beragama di Indonesia.
"Apalagi ada simbol agama, ‘kayu salib’ yang diturunkan dan dijadikan alat merusak. Ini menyedihkan dan menyakitkan,” kata Guntur melalui keterangan tertulis pada Ahad malam, 30 Juni 2025.
Guntur juga menegaskan bahwa pelaksanaan ibadah tidak memerlukan izin, berbeda dengan pendirian rumah ibadah. Ia menekankan bahwa negara seharusnya memfasilitasi, bukan malah membiarkan tindakan anarkis atas nama agama.
“Tapi bertujuan merusak persatuan kita sebagai bangsa,” tambahnya.