Begitu pembeli menerima obat dan memverifikasi keasliannya, mereka mentransfer uang kepada PP. Selanjutnya, DS memberikan panduan penggunaan obat melalui telepon kepada pembeli.
Twedi menambahkan, obat-obatan tersebut diperoleh dengan cara memalsukan resep dokter, karena obat tersebut hanya dijual terbatas di apotek.
Petugas menyita barang bukti berupa 10 butir misoprostol, 10 butir paracetamol, dan dua lembar resep dokter. Kedua tersangka mengaku melakukan tindak pidana ini karena terdesak kebutuhan ekonomi.
"PP mendapat keuntungan sebesar Rp550.000 dari penjualan ini, sementara DS menjualnya seharga Rp600.000," imbuhnya.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 138 ayat 2 junto Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar.
Selain itu, DS juga dikenakan Pasal 268 KUHP tentang pemalsuan surat keterangan dokter, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun.