Ia juga menjelaskan bahwa pembahasan UU HPP dimulai pada 2021 saat pandemi COVID-19. Dalam kondisi tersebut, DPR dan pemerintah berupaya meningkatkan sumber penerimaan negara, salah satunya melalui sektor pajak.
"Salah satu sumber penerimaannya adalah meningkatkan sektor penerimaan pajak dari PPN. DPR bersama pemerintah ketika itu tahun 2021 melakukan pembahasan tentang kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat, dari 10 persen, menjadi 11 persen, sampai 12 persen. Kenaikan itu dilakukan secara bertahap," paparnya.
Baca Juga: Soal Netflix Hingga Sporify Kena Dampak PPN, Ini Jawab Dirjen Pajak
Muzani mengingatkan bahwa RUU HPP disetujui oleh partai-partai di Senayan bersama pemerintah, termasuk Partai Gerindra sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Maju.
"Sebagai partai yang ikut dalam Koalisi Indonesia Maju ketika itu, Gerindra ikut bersama-sama dan memberi persetujuan. Karena itu, kami ikut menyetujui itu dan kami bersama-sama dengan partai yang lain dan kami setujui itu," ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto hanya menjalankan amanat UU HPP dengan menerapkan PPN 12 persen pada 2025.
"Sekarang Pak Prabowo jadi presiden. Sebagai kewajiban atas undang-undang yang sudah diputuskan maka kewajiban pemerintah adalah melaksanakan undang-undang tersebut," ujar Muzani.