Rinciannya, Erintuah menerima 48 ribu dolar Singapura (sekitar Rp571,2 juta) dari Meirizka Widjaja Tannur, ibu Ronald Tannur, serta dari penasihat hukum Ronald, Lisa Rachmat. Sementara itu, Mangapul menerima 140 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,66 miliar) dari Meirizka dan Lisa, dan Heru menerima Rp1 miliar serta 120 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,43 miliar) dari Meirizka dan Lisa.
Jumlah uang tunai sebesar 140 ribu dolar Singapura kemudian dibagi di antara ketiga terdakwa: Erintuah memperoleh 38 ribu dolar Singapura (sekitar Rp452,2 juta), Mangapul mendapatkan 36 ribu dolar Singapura (sekitar Rp428,4 juta), Heru juga menerima 36 ribu dolar Singapura (sekitar Rp428,4 juta), dan sisanya sebesar 30 ribu dolar Singapura (sekitar Rp357 juta) disimpan oleh Erintuah.
JPU menduga bahwa ketiga hakim tersebut mengetahui bahwa uang yang diterima dari Lisa bertujuan untuk mempengaruhi mereka dalam menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan yang diajukan oleh jaksa.
Peristiwa ini berawal ketika Meirizka meminta Lisa untuk menjadi penasihat hukum Ronald Tannur. Mereka bertemu, dan Lisa kemudian meminta Meirizka untuk menyiapkan sejumlah uang guna mempengaruhi proses hukum Ronald Tannur.
Baca juga: Ketua Majelis Kasasi Setuju Ronald Tannur Dibebaskan, Ini Penjelasan MA
Sebelum kasus pembunuhan Ronald Tannur diserahkan ke PN Surabaya pada awal 2024, Lisa bertemu dengan perantara, Zarof Ricar, serta dengan Erintuah, Mangapul, dan Heru, untuk mempengaruhi hakim yang akan mengadili perkara tersebut dengan tujuan agar dijatuhkan vonis bebas.
Pada 5 Maret 2024, Wakil Ketua PN Surabaya mengeluarkan penetapan mengenai majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur Nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY, dengan Erintuah sebagai ketua majelis hakim dan Mangapul serta Heru sebagai hakim anggota.