Ntvnews.id, Jakarta - Kontroversi seputar pagar bambu misterius sepanjang 30,16 kilometer masih terus jadi sorotan publik. Terlebih setelah terkuak fakta bahwa ada 263 sertifikat dalam bentuk SHGB dan SHM di kawasan laut tempat terpasangnya pagar bambu tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan di dalam laut saya perlu sampaikan kalau di itu tidak boleh ada sertifikat jadi itu sudah jelas ilegal.
Merespons hal ini, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan jika benar ratusan SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang itu ilegal. Tidak bisa ditoleransi dan perlu dilakukan penegakan hukum.
Namun Rifqi menegaskan pihaknya tak ingin terburu-buru menyampaikan kesimpulan sebelum melakukan kajian mendalam dan menyeluruh terkait SHGB dan SHM di kawasan pagar laut Tangerang tersebut. Untuk itu, Komisi II DPR RI akan meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk memaparkan ratusan SHGB dan SHM itu.
"Secara substansi saya belum bisa terlalu banyak berkomentar. Kami akan meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk bisa memaparkan 230 lebih sertifikat HGB itu. Itu bidang tanahnya di mana saja? Lalu kita akan cocokkan dengan tata ruangnya. Dan tentu dengan secara objektif kita akan bisa memberikan komentar. Kira-kira pada saat penerbitan sertifikat mulai tahun 1982 sampai dengan sertifikat terakhir itu positiononingnya seperti apa," kata Muhammad Rifqinizamy Karsayuda dalam Dialog NTV Prime di Nusantara TV.
"Secara materil kalau itu berada di laut saya kira tidak ada toleransi. Sertifikat HGB itu jelas-jelas bertentangan secara yuridis. Namun demikian izinkan Kami menggunakan kewenangan pengawasan yang kami miliki dengan objektif berdasarkan data. Dan kami akan runtut ke seluruh sertifikat HGB itu. Untuk dilihat satu-persatu sesuai dengan tahun terbitnya dan bagaimana kondisi pada saat penerbitannya? Dan bagaimana kondisi pada saat sekarang ini?" imbuhnya.
Lebih lanjut Rifqi menyatakan kalau memang pada saat sekarang ini kondisinya tidak layak dan tidak memiliki alas hak untuk diterbitkannya HGB. Maka menurutnya proses koreksi sebagaimana ketentuan di dalam Undang-undang Pokok Agraria itu memungkinkan untuk dilakukan.
Rifqi mengaku memilih untuk berpikir positif terlebih dahulu terkait SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang tersebut.