Ntvnews.id, Taheran - Parlemen Iran resmi memecat Menteri Ekonomi dan Keuangan, Abdolnaser Hemmati, melalui proses pemakzulan yang dipicu oleh kegagalannya dalam menangani inflasi tinggi serta depresiasi tajam mata uang nasional.
Dilansir dari AFP, Senin, 3 Maret 2025, menyebut TV pemerintah Iran menginformasikan bahwa Hemmati kehilangan dukungan dalam mosi tidak percaya, dengan 182 dari 273 anggota parlemen yang hadir memilih untuk menyingkirkannya dari jabatan.
Saat ini, nilai tukar rial Iran terhadap dolar AS di pasar gelap telah merosot tajam, diperdagangkan di atas 920.000 per dolar. Angka ini jauh lebih buruk dibandingkan pertengahan 2024, ketika masih berada di bawah 600.000 per dolar.
Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, sempat membela Hemmati di hadapan parlemen, menekankan bahwa permasalahan ekonomi negara tidak bisa disalahkan hanya pada satu individu.
Baca Juga: Petinggi Iran Lontarkan Kata Nyelekit Soal Wacana Trump Bakal Relokasi Warga Gaza
"Kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat saat ini bukan tanggung jawab satu orang saja, dan kita tidak bisa menyalahkan semuanya kepada satu individu," ujar Pezeshkian.
Pezeshkian, yang mulai menjabat pada Juli lalu dengan tekad untuk memulihkan ekonomi dan mengurangi dampak sanksi Barat, justru menghadapi tekanan yang semakin berat setelah nilai rial terus anjlok. Depresiasi mata uang ini semakin parah sejak kejatuhan sekutu Iran, Bashar al-Assad, dari kekuasaan di Suriah pada Desember.
Sehari sebelum pemerintahan Assad digulingkan di Damaskus, nilai tukar dolar di pasar gelap Iran masih sekitar 717.000 rial.
Dalam pembelaannya, Hemmati menyatakan bahwa nilai tukar mata uang asing yang berlaku saat ini tidak mencerminkan kondisi riil, melainkan lebih dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi.
"Masalah utama ekonomi negara ini adalah inflasi, dan ini merupakan inflasi kronis yang telah menghambat ekonomi kita selama bertahun-tahun," tambahnya.
Baca Juga: Inflasi RI Desember 2024 Terkendali di Angka 1,57 persen
Selama beberapa dekade, sanksi yang dipimpin oleh Amerika Serikat telah memberikan pukulan telak terhadap ekonomi Iran. Sejak Washington menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 pada tahun 2018, inflasi di Iran terus melonjak, memicu kenaikan tajam harga-harga kebutuhan konsumen.
Sejak 2018, Iran mengalami tekanan ekonomi yang semakin berat, ditandai dengan inflasi tinggi, tingkat pengangguran yang serius, dan pelemahan mata uang yang memperburuk kondisi masyarakat. Bank Dunia mencatat bahwa sejak 2019, inflasi tahunan Iran selalu berada di atas 30%, bahkan mencapai 44% pada tahun 2023.
Berdasarkan konstitusi Iran, pemecatan menteri berlaku seketika, dan seorang pejabat sementara akan ditunjuk hingga pemerintah menetapkan penggantinya.
Sebelumnya, pada April 2023, parlemen Iran juga mencopot Menteri Industri saat itu, Reza Fatemi Amin, akibat lonjakan harga yang dipicu oleh sanksi internasional.