Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap skandal korupsi besar di sektor keuangan negara. Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Lima orang tersangka ini terdiri atas dua orang direktur dari LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy (PT PE),” ungkap Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo dilansir Antara.
Baca Juga: Praperadilan Ditunda, Kuasa Hukum Hasto: Kami Harap Ini Bukan Sekadar Akal-akalan KPK
Dua pejabat LPEI yang terjerat adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Gedung KPK. (NTVNews.id)
Sementara itu, dari PT Petro Energy, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE, Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, serta Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Kasus ini bermula pada tahun 2015 ketika PT PE menerima kredit dari LPEI senilai sekitar 60 juta dolar AS atau sekitar Rp988,5 miliar. Kredit ini dicairkan dalam tiga termin, yaitu:
• 2 Oktober 2015: Rp297 miliar
• 19 Februari 2016: Rp400 miliar
• 14 September 2017: Rp200 miliar
Namun, pencairan fasilitas kredit tersebut diduga sarat penyimpangan.
KPK mengungkap beberapa pelanggaran dalam pencairan kredit ini, di antaranya:
1. Pemberian Kredit kepada Perusahaan yang Tidak Layak
PT PE diketahui memiliki
2. Direksi LPEI Mengabaikan Laporan Analis
Para direktur LPEI sudah diperingatkan oleh bawahannya bahwa PT PE tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan tambahan kredit sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar setelah pencairan pertama. Namun, mereka tetap menyetujui pencairan dana tersebut.
3. Tidak Ada Inspeksi Terhadap Jaminan
Direksi LPEI tidak melakukan verifikasi atau inspeksi terhadap jaminan (agunan) yang diajukan oleh PT PE. Hal ini membuka celah terjadinya fraud dalam pengajuan kredit.
4. Kontrak Palsu untuk Mencairkan Kredit
PT PE membuat kontrak palsu yang menjadi dasar pencairan kredit. Meski mengetahui adanya manipulasi dokumen, direksi LPEI tetap meloloskan proses pencairan tanpa evaluasi.
5. Kesepakatan Rahasia Sebelum Pencairan Kredit
KPK menemukan bahwa sebelum kredit dikucurkan, terjadi pertemuan antara direksi LPEI dan PT PE. Dalam pertemuan itu, mereka diduga sepakat untuk mempermudah pencairan kredit tanpa melalui prosedur ketat yang seharusnya diterapkan dalam pemberian fasilitas kredit berbasis APBN.
Akibat berbagai penyimpangan ini, negara mengalami kerugian yang masih dalam proses perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
KPK memastikan bahwa kasus ini akan terus dikembangkan, termasuk kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat dalam skema korupsi ini.