Jepang Salah Vonis Terpidana Mati, Kok Bisa?

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Mar 2025, 08:30
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Ilustrasi Penjara Ilustrasi Penjara

Ntvnews.id, Tokyo - Pemerintah Jepang mengalokasikan USD1,4 juta atau sekitar Rp22 miliar sebagai kompensasi bagi Iwao Hakamada, pria yang sebelumnya menyandang status terpidana mati terlama di dunia sebelum akhirnya dinyatakan tidak bersalah dalam kasus pembunuhan yang terjadi hampir enam dekade lalu. Keputusan ini diumumkan oleh pejabat pengadilan Jepang pada Selasa, 25 Maret 2025.

Ganti rugi ini dihitung berdasarkan jumlah ¥12.500 atau sekitar Rp130 ribu untuk setiap hari yang dihabiskan Hakamada di penjara selama lebih dari 40 tahun, sebagian besar waktunya berada di sel terpidana mati, di mana setiap hari bisa saja menjadi hari terakhirnya.

Dilansir dari Channel News Asia, Rabu, 25 Maret 2025, Hakamada, seorang mantan petinju yang kini berusia 89 tahun, dibebaskan dari segala tuduhan pada 2023 setelah perjuangan panjang yang dilakukan oleh saudara perempuannya dan para pendukungnya.

Baca Juga: Buntut Bagi-bagi Voucher Hadiah, Dukungan ke Pemerintah Jepang Turun

Dalam keputusan yang dikeluarkan pada Senin, Pengadilan Distrik Shizuoka menyatakan bahwa Hakamada berhak menerima kompensasi sebesar ¥217.362.500.

Sebelumnya, pada September 2023, pengadilan yang sama memutuskan bahwa Hakamada tidak bersalah dalam persidangan ulang, setelah menemukan bukti bahwa kepolisian telah merekayasa barang bukti yang menyebabkan vonis terhadapnya.

"Hakamada mengalami interogasi yang tidak manusiawi, yang bertujuan memaksanya untuk mengaku melakukan kejahatan yang sebenarnya tidak ia lakukan," demikian bunyi putusan pengadilan.

Menurut media lokal, kompensasi yang diberikan ini merupakan jumlah terbesar yang pernah diberikan dalam kasus serupa di Jepang.

Baca Juga: Wamentan: Malaysia, Filipina dan Jepang Lagi Krisis Beras

Namun, tim kuasa hukum Hakamada menilai bahwa jumlah tersebut belum cukup untuk menggantikan penderitaan klien mereka, yang harus menjalani puluhan tahun penahanan di bawah ancaman eksekusi.

"Dia hidup dalam dunia fantasi akibat trauma berkepanjangan selama di sel terpidana mati," ujar pengacaranya.

Hakamada menjadi terpidana mati kelima di Jepang yang berhasil memperoleh persidangan ulang di era pasca-perang. Menariknya, dalam empat kasus serupa sebelumnya, seluruh terdakwa juga akhirnya dinyatakan tidak bersalah.

Kasus ini kembali menyoroti sistem peradilan pidana Jepang, yang kerap dikritik karena tingkat keyakinan bersalah yang hampir 100 persen serta dugaan adanya pemaksaan pengakuan dalam proses interogasi.

x|close