Ntvnews.id, Moskow - Presiden Tiongkok Xi Jinping menyampaikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa kedua negara perlu menjadi "sahabat baja" dalam menghadapi dominasi Amerika Serikat (AS).
Keduanya berkomitmen untuk mempererat kerja sama ke tingkat yang lebih tinggi dan "secara tegas" menentang pengaruh Washington.
Dilansir dari Reuters, Sabtu, 10 Mei 2025, menyebut dalam pertemuan yang berlangsung di Kremlin, Xi dan Putin menampilkan diri sebagai pelindung tatanan global baru yang tidak lagi dipimpin oleh AS.
Dalam pernyataan bersama usai pertemuan di Moskow, kedua pemimpin sepakat untuk mempererat kemitraan di berbagai sektor, termasuk pertahanan, serta "memperkuat koordinasi untuk secara tegas melawan tindakan Washington yang melakukan 'dual containment' terhadap Rusia dan China."
Baca Juga: Xi Jinping Kunjungi Moskow, Serukan Penguatan Hubungan Strategis China-Rusia
Terkait konflik di Ukraina, kedua negara menyatakan bahwa penyelesaian hanya bisa dicapai dengan mengatasi "akar penyebabnya" — istilah yang kerap digunakan Rusia untuk membenarkan tindakannya demi mencegah Ukraina bergabung dengan NATO.
Namun, pihak Kyiv dan sekutunya di Barat memandang alasan tersebut sebagai pembenaran yang salah terhadap tindakan militer yang dinilai sebagai bentuk invasi imperialistik.
Xi dan Putin juga menyatakan dalam pernyataan bersama bahwa kedua negara berkomitmen berperan aktif dalam menangani isu program nuklir Iran.
Baca Juga: Pakistan-India Makin Panas, China Bilang Ini
Kunjungan Xi ke Moskow, yang bertepatan dengan peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, serta deklarasi yang disampaikan bersama Putin, memberikan dukungan besar bagi pemimpin Rusia tersebut di tengah tekanan dari AS untuk menghentikan konflik.
Di sisi lain, Rusia menyatakan keinginannya untuk memperbaiki hubungan dengan AS, yang memburuk tajam sejak invasi ke Ukraina dan berada pada titik terendah sejak era Perang Dingin. Negara itu juga melihat peluang dalam kerja sama ekonomi. Namun, perundingan yang telah dilakukan tidak berhasil menciptakan kesepakatan gencatan senjata, dan Presiden Donald Trump mengancam akan menghentikan pembicaraan jika tidak ada kemajuan nyata.