Ntvnews.id, Jakarta - Undang-Undang (UU) BUMN terbaru menyebutkan bahwa direksi ataupun komisaris BUMN tak bisa dijerat undang-undang terkait korupsi. Sebab, keduanya kini bukan lagi penyelenggara negara seperti dalam regulasi lawas.
Lantas, apa tanggapan Kejaksaan Agung (Kejagung)?
Diketahui, Kejagung saat ini banyak mengusut kasus korupsi di BUMN. Antara lain di PT Timah, dan lainnya. Kasus dugaan korupsi di perusahaan-perusahaan BUMN itu nilainya cukup besar.
"Jadi begini, terkait dengan keberadaan Undang-Undang BUMN yang baru tentu yang pertama kami terus melakukan pengkajian, pendalaman terhadap apakah kewenangan dari kita dari Kejaksaan masih, tentu, masih diatur di dalam Undang-Undang BUMN," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.
Menurut Harli, selama ada tindak pidana fraud pada BUMN, tentu bisa dilakukan penegakan hukum di sana. Fraud adalah perbuatan manipulasi yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi yang menyimpang dan dapat merugikan individu, organisasi, maupun pihak ketiga.
Baca Juga: UU Baru, KPK Nggak Bisa Lagi Tangkap Direksi-Komisaris BUMN yang Korupsi
Mobil mewah Harvey Moeis.
Fraud juga berarti bentuk kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan secara sengaja demi kepentingan pribadi.
"Menurut kita sepanjang di sana ada fraud misalnya, sepanjang ada fraud, katakan ada persekongkolan, permufakatan jahat, tipu muslihat yang dimana katakan korporasi atau BUMN itu mendapat aliran dana dari negara, saya kira itu masih memenuhi terhadap unsur-unsur daripada tindak pidana korupsi," papar Harli.
Karena itu, kata dia, itulah fungsinya penyelidikan. Penyelidikan akan memperlihatkan apakah dalam satu peristiwa tindakan yang terjadi di BUMN masih ada tindak pidana fraud-nya.
"Kemudian ada unsur aliran uang negara di situ yang katakanlah terkait dengan satu kegiatan atau satu operasi yang terjadi di BUMN. Dan saya kira itu menjadi pintu masuk dari APH (Aparat Penegak Hukum) untuk melakukan penelitian lebih jauh," tandas Harli.