Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit oleh bank nasional dan daerah kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) masih berada pada tahap umum.
“Penyidikan ini masih bersifat umum dan belum bersifat khusus karena masih melihat apakah di sana ada fakta-fakta hukum yang mengungkapkan bahwa ada perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025.
Harli menjelaskan bahwa penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat ini masih berupaya menemukan indikasi adanya perbuatan melawan hukum melalui pemeriksaan saksi-saksi.
Ia juga menyebut sejumlah bank telah dimintai keterangan untuk mengungkap fakta hukum yang berkaitan dengan dugaan tersebut.
“Kapan misalnya proses pemberian kredit itu dilakukan? Misalnya apakah pada saat PT Sritex ini masih kondisi keuangannya baik? Atau sudah kondisi keuangannya tidak baik? Inilah yang menjadi hal yang harus digali oleh penyidik,” katanya.
Diketahui, PT Sritex dinyatakan pailit pada Oktober 2024 dan menghentikan seluruh operasionalnya secara resmi per 1 Maret 2025.
Kurator kepailitan mencatat total tagihan utang dari para kreditur mencapai Rp29,8 triliun. Dalam daftar piutang tetap itu terdapat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, dan 22 kreditur separatis.
Kreditur preferen, atau pihak yang memiliki hak istimewa atas piutangnya sesuai undang-undang, di antaranya adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY, serta Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing IV.
Sementara itu, dalam daftar kreditur separatis dan konkuren, tercatat tagihan dari sejumlah bank dan perusahaan mitra bisnis Sritex dengan nilai piutang yang cukup besar.
Rapat kreditur dalam proses kepailitan PT Sritex kemudian memutuskan tidak melanjutkan kegiatan usaha atau going concern, dan memilih melakukan pemberesan utang.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa PHK akibat penutupan operasional PT Sritex berdampak pada 11.025 pekerja. Pemutusan hubungan kerja ini terjadi secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.
(Sumber: Antara)