Ntvnews.id, Jakarta - Meirizka Widjaja, ibu dari terpidana Ronald Tannur, menghadapi tuntutan hukuman empat tahun penjara serta denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus dugaan pemberian suap untuk pengondisian perkara anaknya pada tahun 2024.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Nurachman Adikusumo, menyampaikan bahwa Meirizka diyakini telah memberikan suap kepada hakim Pengadilan Negeri Surabaya guna mempengaruhi hasil putusan dalam perkara yang menjerat Ronald.
"Kami menuntut agar terdakwa Meirizka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama memberikan suap, seperti diatur dalam dakwaan alternatif pertama," ujar jaksa dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 28 Mei 2025.
Berdasarkan tuntutan tersebut, Meirizka dianggap melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelum menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan. Salah satu faktor pemberat adalah tindakan Meirizka yang dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Sementara hal meringankan yang dipertimbangkan sebelum menjatuhkan tuntutan, yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan di persidangan," ungkap JPU lebih lanjut.
Dalam perkara ini, Meirizka disebut telah memberikan suap kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya dengan total nilai Rp4,67 miliar. Uang tersebut terdiri dari tunai sebesar Rp1 miliar serta 308 ribu dolar Singapura, yang bila dikonversi dengan kurs Rp11.900 per dolar Singapura, setara dengan Rp3,67 miliar.
Tindakan itu dilakukan dengan tujuan agar majelis hakim memberikan putusan bebas terhadap Ronald Tannur. Dengan demikian, Meirizka terancam dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)