Trump Ultimatum Putin Soal Perang dengan Ukraina

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Jun 2025, 07:39
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Arsip - Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa tahun lalu. Arsip - Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa tahun lalu. (Antara)

Ntvnews.id, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan batas waktu dua minggu kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menunjukkan kemajuan dalam konflik Ukraina. Jika tidak ada perkembangan berarti, Trump mengancam akan mengambil langkah berbeda.

Dilansir dari BBC, Senin, 2 Juni 2025, pernyataan tersebut disampaikan Trump di Gedung Putih pada Rabu, saat ditanya apakah ia percaya Putin benar-benar ingin mengakhiri perang di Ukraina.

“Saya belum bisa memastikan. Tapi dua minggu dari sekarang, saya akan tahu jawabannya,” ujar Trump. Komentar ini menjadi bagian dari rangkaian panjang kritik terbuka Trump terhadap Putin.

Sejak akhir pekan lalu, Trump secara intens mengkritik Putin melalui media sosial, menyebutnya “sangat gila” dan memperingatkan bahwa Putin sedang “bermain api” setelah Rusia menggencarkan serangan ke Ukraina.

Serangan terbaru yang dilancarkan Rusia disebut sebagai yang paling besar dan mematikan sejak konflik dimulai empat tahun lalu. Di ibu kota Ukraina, Kyiv, sedikitnya 13 warga tewas, dan puluhan lainnya luka-luka, termasuk anak-anak.

Baca Juga: Trump Bakal Hubungi Langsung Putin untuk Akhiri Perang Ukraina

Hingga Rabu, serangan masih terus berlangsung tanpa tanda-tanda mereda.

“Kita akan tahu dalam dua minggu apakah dia mempermainkan kita atau tidak. Jika ternyata ya, maka respons kita tidak akan sama lagi,” tegas Trump, mengisyaratkan rasa frustrasinya terhadap perkembangan situasi yang stagnan. Upaya diplomatik AS sejauh ini belum menunjukkan hasil nyata.

Trump sebelumnya melakukan pembicaraan telepon selama dua jam dengan Putin, yang menurutnya berlangsung dengan baik. Putin bahkan menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dalam menyusun nota kesepahaman menuju perdamaian.

Namun, hanya seminggu setelah percakapan tersebut, Rusia kembali meluncurkan serangan besar-besaran, termasuk ratusan drone dan puluhan rudal ke Ukraina. Nota perdamaian yang dijanjikan belum juga terealisasi.

Ancaman Trump sejauh ini belum mengubah sikap Moskow. Ia juga belum pernah mengambil tindakan nyata terhadap Rusia. Bahkan, pada Maret lalu, Trump sempat menghentikan sementara bantuan militer dan intelijen ke Ukraina selama delapan hari.

Baca Juga: Xi Jinping dan Putin Bersinergi Lawan Pengaruh AS

Di sisi lain, Amerika Serikat juga tidak pernah secara terbuka menuntut Rusia membuat konsesi besar. Meski demikian, Gedung Putih membantah tuduhan bahwa mereka bersikap lunak terhadap Rusia, dengan menekankan bahwa sanksi yang diterapkan sejak masa pemerintahan Joe Biden masih tetap berlaku.

Namun, pendekatan diplomatik AS tampaknya justru memberikan ruang bagi Rusia untuk bertindak lebih agresif.

Setelah serangan terbaru, Trump menulis di platform Truth Social bahwa ada sesuatu yang berubah dalam diri Putin. Kremlin menyebut komentar itu sebagai “reaksi emosional.”

Serangan Rusia terus berlanjut, dan Trump memperkeras pernyataannya. Pada Selasa, ia mengatakan Putin sedang “bermain api” dan memperingatkan bahwa jika bukan karena dirinya, situasi Rusia bisa jauh lebih buruk.

Pihak Kremlin merespons dengan datar. Seorang penasihat Putin menilai Trump kurang mendapat informasi yang akurat mengenai situasi di lapangan.

Yury Ushakov, penasihat senior Kremlin, menyatakan bahwa Trump tidak memahami “serangan teroris besar-besaran yang terus dilakukan Ukraina terhadap kota-kota damai di Rusia.”

Sementara itu, Kanselir Jerman yang baru, Friedrich Merz, menyatakan dukungan penuh untuk Ukraina. Pemerintah Jerman siap membantu Kyiv dalam memproduksi rudal jarak jauh.

Sebagai tanggapan, Kremlin memperingatkan bahwa jika batasan jangkauan rudal Ukraina dicabut, situasi bisa semakin memburuk dan merusak upaya perdamaian.

Trump kini tampaknya mulai melunak. Jika sebelumnya ia mendesak diberlakukannya gencatan senjata selama 30 hari yang hanya disetujui oleh pihak Ukraina, kini ia lebih menekankan pentingnya diadakan pertemuan langsung dengan Putin untuk mencari solusi baru.

Namun, justru Rusia yang memperkeras tuntutannya. Moskow kini meminta Ukraina menyerahkan wilayah-wilayah yang belum berada di bawah kontrol Rusia, serta menuntut pengakuan Amerika Serikat terhadap Krimea sebagai bagian sah dari wilayah Rusia.

x|close