Ntvnews.id, Tel Aviv - Ketegangan diplomatik antara Israel dan negara-negara Arab kembali memanas setelah Israel memutuskan untuk menghalangi kunjungan delegasi menteri luar negeri yang dipimpin oleh Arab Saudi ke Ramallah, di wilayah Tepi Barat, Palestina.
Dilansir dari CNN Interational, Senin, 2 Juni 2025, seorang pejabat Israel menyatakan bahwa negara tersebut "tidak akan mendukung" rencana Otoritas Palestina (PA) yang ingin menerima kunjungan delegasi tingkat tinggi itu.
"Israel menolak bekerja sama dengan langkah-langkah yang berpotensi membahayakan kepentingan dan keamanannya," kata pejabat tersebut kepada CNN.
Ia juga menegaskan bahwa PA "harus menghentikan pelanggaran kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dengan Israel di berbagai tingkatan."
Delegasi tersebut direncanakan tiba di Ramallah pada hari Minggu menggunakan helikopter dari Yordania, dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, sebagai pimpinan pertemuan bersama Presiden PA Mahmoud Abbas.
Baca Juga: Biadab! Militer Israel Pakai Ambulans untuk Bunuh Pengungsi Palestina di Tepi Barat
Selain Arab Saudi, pertemuan tersebut juga akan dihadiri oleh menteri luar negeri dari Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, Qatar, dan Turki, sebagaimana dilaporkan Axios dan CNN.
Pejabat Palestina, Hussein Al-Sheikh, menyampaikan kepada CNN bahwa kunjungan ini merupakan bentuk dukungan dunia Arab terhadap perjuangan Palestina di tengah konflik yang berkecamuk di Gaza.
Duta Besar Palestina untuk Arab Saudi, Mazen Ghoneim, menegaskan kepada stasiun televisi Al Ekhbariya bahwa kunjungan tersebut mengirimkan "pesan kuat bahwa perjuangan Palestina tetap menjadi isu utama bagi bangsa Arab dan umat Muslim."
Shaul Arieli, kepala lembaga kajian T-Politography, mengungkapkan kepada CNN bahwa kunjungan ini akan menjadi kunjungan tingkat tinggi pertama sejak Israel mengambil alih wilayah tersebut pada 1967.
Menurutnya, ini adalah perubahan besar. Arab Saudi secara terbuka mendukung solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina, serta siap memberikan dukungan anggaran untuk Otoritas Palestina.
Tindakan Israel memblokir delegasi ini mencerminkan sikap keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terhadap upaya internasional yang berusaha mengakui negara Palestina. Sejak perang di Gaza berlangsung selama 19 bulan, pemerintahannya semakin terisolasi di kancah global, menurut Axios.
Baca Juga: 464 Penduduk Palestina di Tepi Barat Dibunuh Israel Sejak 7 Oktober
Putra Mahkota Saudi, Mohammad bin Salman, dikabarkan memberikan dukungan langsung terhadap kunjungan tersebut sebagai bagian dari inisiatif diplomatik Riyadh. Arab Saudi juga sedang melakukan lobi ke negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, untuk mengakui kemerdekaan Palestina, dan optimistis bahwa Prancis akan menjadi negara pertama yang melakukannya pada Juni ini.
Upaya ini terkait erat dengan konferensi tingkat tinggi yang direncanakan akan digelar bersama Prancis di markas PBB, New York, pada pertengahan Juni, dengan tujuan memperkuat dukungan bagi solusi dua negara.
Namun, pejabat Israel menyebut pertemuan ini sebagai "tantangan" dan mengklaim bahwa negara Palestina hanya akan menjadi "negara teroris di tengah Tanah Israel." Israel menilai kunjungan tersebut sebagai simbol yang berbahaya.
Pemerintah Israel yang dipimpin oleh koalisi sayap kanan semakin memperluas pemukimannya di Tepi Barat selama dua tahun terakhir, dengan ribuan unit pemukiman baru yang disetujui dan 22 pemukiman tambahan yang dibentuk. Kekerasan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina pun terus terjadi tanpa tindakan pencegahan yang berarti.
Axios melaporkan bahwa awal pekan ini Uni Emirat Arab memanggil duta besar Israel untuk menyampaikan protes keras terkait situasi di Gaza. Seorang pejabat UEA menyebut pertemuan tersebut "sangat tegang" dan memberikan pesan keras kepada Netanyahu.
"Anda tahu masalah besar sedang menimpa ketika UEA memanggil Anda ke ruang kepala sekolah. Bukan karena terlambat masuk kelas," ujarnya dengan nada sindiran.
Hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, yang sempat membaik lewat Abraham Accords pada masa Presiden Trump, kini kembali memburuk. Proses normalisasi antara Israel dan Arab Saudi pun tertunda sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Arab Saudi menegaskan bahwa mereka tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa adanya jalur yang jelas menuju pembentukan negara Palestina dan situasi damai di Gaza.
Dengan diblokirnya kunjungan delegasi ini, tekanan dari dunia Arab dan komunitas internasional terhadap Israel diperkirakan akan semakin meningkat, terutama di tengah memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza yang memicu keprihatinan global.