Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menurutnya bisa berdampak serius terhadap perekonomian nasional.
Ia menilai regulasi tersebut bukan hanya mengancam sektor padat karya, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga ratusan triliun rupiah, serta membahayakan kedaulatan kebijakan negara.
Misbakhun menekankan besarnya kontribusi sektor tembakau terhadap penerimaan negara, khususnya dari Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah menyiapkan strategi pengganti penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp300 triliun di industri hasil tembakau ini?” ujar Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 30 Juni 2025.
Ia menilai keberadaan PP 28/2024 merupakan ancaman langsung bagi industri hasil tembakau (IHT), yang selama ini telah menjadi penopang ekonomi di berbagai daerah. Menurutnya, sektor ini tidak hanya menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga erat kaitannya dengan sektor industri, pertanian, serta ketenagakerjaan yang padat karya.
Dalam pernyataannya, Misbakhun menegaskan pentingnya perlindungan terhadap sigaret kretek tangan (SKT) sebagai pilar ekonomi kerakyatan.
“Ini soal amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mempertanyakan landasan hukum dari PP 28/2024 yang menurutnya tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menjadi payung hukum utama.
“PP 28/2024 ini sangat jelas apa yang tidak ada dalam UU diatur di dalam PP-nya,” ujarnya.
Misbakhun memberikan contoh sejumlah ketentuan yang ia nilai bermasalah, seperti pembatasan kadar TAR dan nikotin, pengaturan zonasi larangan iklan, hingga wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek identitas yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai aturan turunan PP tersebut. Ia menilai ketentuan-ketentuan itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam undang-undang induknya.
“Apakah boleh PP itu sebagai pelaksana UU mengatur hal yang berbeda dengan UU-nya? Inilah yang harus dijadikan acuan kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, Misbakhun juga menyoroti Rancangan Permenkes yang mengatur penyeragaman kemasan rokok sebagai bentuk pelanggaran konstitusi dan potensi penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Negara jangan hanya memikirkan aspek kesehatan dan ini tidak adil,” imbuhnya.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran terhadap adanya konsolidasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menurutnya berupaya membatasi industri tembakau dengan dalih kesehatan. Ia menyinggung kemungkinan adanya intervensi asing melalui implementasi prinsip-prinsip Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), meskipun Indonesia belum pernah meratifikasi konvensi tersebut.
“Jangan sampai kita diinjak oleh konspirasi global yang menginfiltrasi kebijakan nasional untuk kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Misbakhun mengingatkan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto dalam pidato peringatan Hari Lahir Pancasila pada 2 Juni 2025 telah menyatakan pentingnya menjaga kedaulatan kebijakan nasional dari campur tangan asing. Dalam pidato tersebut, Presiden juga mengungkapkan kekhawatiran atas pendanaan asing terhadap LSM yang dapat memecah belah bangsa.
Misbakhun pun menegaskan bahwa pemerintah harus berada di barisan terdepan dalam melindungi industri strategis seperti tembakau dari tekanan global yang tidak berpihak pada kepentingan nasional.