Ntvnews.id, Tel Aviv - Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyatakan bahwa negaranya membuka peluang untuk menjalin "perdamaian dan normalisasi hubungan" dengan dua negara tetangganya, yaitu Suriah dan Lebanon.
"Israel tertarik untuk memperluas lingkaran perdamaian dan normalisasi Abraham Accord," kata Saar dalam konferensi pers yang dikutip dari Al Arabiya, Selasa, 1 Juli 2025.
Pernyataan tersebut merujuk pada Abraham Accord, perjanjian yang diinisiasi Amerika Serikat pada tahun 2020, di mana Israel menjalin hubungan diplomatik dengan sejumlah negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.
"Kami berminat untuk melibatkan negara-negara seperti Suriah dan Lebanon—tetangga kami—ke dalam lingkaran perdamaian dan normalisasi, sambil tetap menjaga kepentingan serta keamanan mendasar Israel," lanjut Saar.
Baca Juga: Dicoret dari Miss Indonesia 2025, Finalis Asal Papua Pegunungan Sempat Kibarkan Bendera Israel
Pernyataan tersebut muncul tak lama setelah Duta Besar AS untuk Turki, Tom Barrack, yang juga menjabat sebagai Utusan Khusus AS untuk Suriah, menyampaikan dalam wawancaranya dengan Anadolu Agency bahwa upaya damai antara Israel, Suriah, dan Lebanon menjadi sangat penting pascaperang antara Iran dan Israel.
"Wilayah Timur Tengah siap membuka kembali ruang dialog. Warga sudah lelah dengan narasi konflik yang itu-itu saja," ujar Barrack.
Ia menekankan pentingnya merekonstruksi ulang konflik historis yang telah berlangsung puluhan tahun.
Menurut Barrack, Israel sedang dalam proses mendefinisikan kembali posisinya di kawasan, dan negara-negara di sekitarnya juga perlu merespons dengan pendekatan damai terhadap Tel Aviv.
Baca Juga: Dasco Imbau WNI di Wilayah Konflik Iran-Israel Tetap Tenang, Evakuasi Terus Dilakukan Bertahap
"Presiden (Suriah Ahmed) al-Sharaa telah menyatakan bahwa dirinya tidak memusuhi Israel dan menginginkan perdamaian di perbatasan. Saya percaya hal serupa akan terjadi dengan Lebanon. Mewujudkan kesepakatan dengan Israel adalah kebutuhan yang tak bisa dihindari," ungkap Barrack.
Dalam wawancara yang sama, Barrack juga menyoroti peran Turki yang dianggap strategis dalam membentuk masa depan Timur Tengah.
"Apa yang baru saja terjadi antara Israel dan Iran adalah momen penting bagi kita semua untuk berkata: 'Waktunya sudah habis. Mari kita buka jalan baru.' Dan Turki adalah kuncinya," jelas Barrack.
Ia juga menambahkan bahwa Turki memiliki potensi besar untuk memainkan peran utama dalam membentuk narasi baru kawasan. Menurutnya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sama-sama melihat peluang ini sebagai momen penting dalam karier mereka untuk mengubah arah percakapan di Timur Tengah.