Ntvnews.id, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menegaskan bahwa aksi penggelapan dana yang dilakukan mantan jaksa Kejari Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, telah menyebabkan kerugian fantastis hingga Rp17,8 miliar.
Dalam sidang, Ketua Majelis Hakim Sunoto mengungkapkan bahwa sebanyak 912 anggota paguyuban Bali kembali menjadi korban, kali ini akibat manipulasi proses pengembalian barang bukti. Mereka yang sebelumnya telah terjerat investasi bodong, kini harus menanggung luka kedua akibat ulah mantan penegak hukum itu.
"Kini mereka juga harus kehilangan sebagian haknya akibat ulah terdakwa sehingga terjadi viktimisasi ganda yang sangat tidak adil," kata Hakim Ketua saat sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Selasa, 8 Juli 2025.
Sebagai bentuk pemulihan kerugian, Majelis Hakim memutuskan pengembalian aset kepada para korban, termasuk uang tunai dan polis asuransi senilai total Rp8,7 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp200 juta diberikan kepada penasihat hukum Brian Erik First Anggitya, sementara Rp8,5 miliar dialokasikan untuk Paguyuban SIF.
Selain itu, aset berupa tanah seluas 170 meter persegi beserta bangunan milik istri Azam juga diperintahkan untuk dilelang, dengan seluruh hasilnya akan diserahkan kepada para korban.
Majelis Hakim menilai Azam telah merekayasa 137 kelompok Bali fiktif yang sama sekali tidak tercantum dalam berkas perkara. Uang sebesar Rp53,7 miliar yang seharusnya utuh diberikan kepada Paguyuban Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF), justru dipecah secara tidak sah menjadi Rp35,9 miliar disalurkan ke SIF, sementara sisanya, Rp17,8 miliar, dialihkan ke kelompok-kelompok fiktif ciptaan Azam.
Tak hanya itu, Majelis Hakim menilai aksi Azam berlangsung secara sistematis selama 16 bulan mulai dari Agustus 2022 hingga Desember 2023. Dalam rentang waktu tersebut, ia menjalankan berbagai modus manipulatif, seperti membuat dokumen BA-20 ganda guna menyamarkan aliran dana, memanfaatkan rekening milik pegawai honorer Kejari Jakarta Barat, Andi Rianto, sebagai kedok transaksi, hingga menaikkan permintaan "uang pengertian" dari semula Rp800 juta menjadi Rp1 miliar.
Baca juga: Pengadilan Tipikor Izinkan Uskup Agung Jakarta Kunjungi Hasto di Rutan KPK
"Fakta hukum di persidangan menunjukkan bahwa terdakwa bertindak secara aktif menggunakan kewenangannya dengan memaksa para korban memberikan uang," kata Hakim Ketua.
Dalam perkara ini, Azam dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta, dengan subsider 3 bulan kurungan, setelah terbukti menggelapkan uang barang bukti (barbuk) dari kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit senilai Rp11,7 miliar pada tahun 2023.
Dana tersebut diterima Azam saat proses eksekusi perkara, melalui tiga penasihat hukum para korban: Bonifasius Gunung yang menyerahkan Rp3 miliar, Oktavianus Setiawan sebesar Rp8,5 miliar, dan Brian sebesar Rp200 juta.
Adapun uang hasil korupsi yang dilakukan Azam digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan pribadinya, mulai dari pembelian polis asuransi senilai Rp2 miliar, deposito senilai Rp2 miliar, pembelian properti sebesar Rp3 miliar, hingga biaya umrah dan kebutuhan lainnya senilai Rp1 miliar.
Atas perbuatannya tersebut, Azam dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, sesuai dengan dakwaan pertama dari penuntut umum.
(Sumber: Antara)