Presiden Filipina Sebut Negaranya Bisa Saja Terseret Perang Taiwan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Agu 2025, 06:05
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Pemerintah Filipina meningkatkan pengamanan Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan keluarganya usai menerima ancaman pembunuhan dari Wakil Presidennya sendiri, Sara Duterte, demikian dilaporkan media setempat, Ahad. Pemerintah Filipina meningkatkan pengamanan Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan keluarganya usai menerima ancaman pembunuhan dari Wakil Presidennya sendiri, Sara Duterte, demikian dilaporkan media setempat, Ahad. (ANTARA/Anadolu/py )

Ntvnews.id, Manila - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menyatakan bahwa negaranya hampir tidak mungkin menghindari keterlibatan jika terjadi perang di Taiwan. Kedekatan geografis dan keberadaan ratusan ribu pekerja migran Filipina di wilayah tersebut, menurutnya, akan membuat Manila terseret konflik, meskipun "sambil menendang dan berteriak".

Dalam konferensi pers, Marcos Jr. juga menegaskan bahwa penjaga pantai, angkatan laut, dan armada lainnya tidak akan mundur dalam mempertahankan kepentingan nasional Filipina di Laut Cina Selatan.

Dilansir dari DW, Rabu, 13 Agustus 2025, Pernyataan tersebut muncul setelah insiden pada Senin, 11 Agustus 2025, ketika penjaga pantai Cina melakukan manuver berbahaya dan menembakkan meriam air untuk mengusir kapal Filipina dari Gosong Scarborough, wilayah yang masih menjadi sengketa.

Baca Juga: 2 Kapal China Alami Tabrakan Fatal Saat Kejar Kapal Filipina

Insiden itu menambah panjang perselisihan di kawasan jalur perdagangan strategis tersebut, yang melibatkan klaim tumpang tindih antara Cina, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan semakin meningkat.

Sejak menjabat pada pertengahan 2022, Marcos Jr. menjadi salah satu pemimpin Asia yang paling lantang mengkritik tindakan Cina di Laut Cina Selatan. Pemerintahnya mempererat perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat dan memperluas kerja sama keamanan dengan Jepang, Australia, India, serta sejumlah negara Eropa untuk menahan pengaruh Beijing.

Pekan lalu, Cina mengajukan protes setelah Marcos, saat kunjungan ke India, menyatakan bahwa Filipina tidak mungkin bersikap netral jika Taiwan diserang. Pernyataannya itu merujuk pada kedekatan geografis dan keberadaan sekitar 200 ribu pekerja Filipina di Taiwan.

Cina, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, berulang kali mengancam akan melakukan reunifikasi, termasuk dengan kekuatan militer. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina menegaskan bahwa "lokasi geografis" dan "banyaknya warga Filipina di Taiwan" bukan alasan sah untuk ikut campur urusan internal negara lain, serta mendesak Manila mematuhi prinsip "Satu Cina" dan "tidak bermain api".

Baca Juga: Gejolak Politik di Filipina, Wapres Sara Duterte Terima Surat Pemakzulan

Menanggapi protes itu, Marcos menyatakan kebingungan. "Saya tidak tahu maksud mereka dengan menuding Filipina 'bermain api'. Saya hanya menyatakan fakta. Kami tidak ingin perang. Tapi jika perang pecah di Taiwan, mau tidak mau kami akan terseret—sambil menendang dan berteriak," ujarnya.

"Kami akan terseret ke kekacauan ini. Semoga tidak terjadi. Tapi jika iya, kami harus menyiapkan rencana," tambahnya.

Dalam kesempatan lain, juru bicara Penjaga Pantai Filipina Jay Tarriela mengungkapkan bahwa kapal penjaga pantai Cina mengejar dan menghadang kapal Filipina di Gosong Scarborough. Salah satu kapal Filipina berhasil lolos dari tembakan meriam air, sementara kapal penjaga pantai Cina justru bertabrakan dengan kapal Angkatan Laut Cina sendiri, mengakibatkan "kerusakan besar" pada kapal tersebut. Filipina menawarkan bantuan medis dan teknis, namun belum mendapat tanggapan dari pihak Cina.

Saat ditanya apakah kapal Filipina akan ditarik mundur dari Scarborough, Marcos dengan tegas menjawab tidak.

"Tidak ada peluru perak yang bisa menyelesaikan semua masalah. Kami akan terus hadir, terus membela wilayah kami, terus menjalankan hak kedaulatan kami, meski ada pihak yang menentang. Itu sudah kami lakukan selama tiga tahun terakhir," tegasnya.

TERKINI

Kekurangan Penjara, Inggris Bebaskan Napi Lebih Cepat

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 09:00 WIB

Aksi Penembakan Brutal Terjadi di Parkiran, 3 orang Tewas

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 08:50 WIB

2 Penumpang Disabilitas Ditinggal Pesawat, Maskapai Minta Maaf

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 08:40 WIB

Spanyol Evakuasi Anak-anak Gaza yang Terluka

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 08:35 WIB

Malaysia dan Bangladesh Kirim Misi Perdamaian ke Myanmar

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 08:27 WIB

Zelenskyy Ancam Tak Akui Pertemuan Antara Trump-Putin

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 08:25 WIB

Soal Keracunan di Sragen, Ini Respons Kepala BGN

Nasional Rabu, 13 Agu 2025 | 08:05 WIB

Presiden Korsel dan Trump Bakal Bertemu Bulan Ini

Luar Negeri Rabu, 13 Agu 2025 | 07:55 WIB
Load More
x|close