Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri proses pembuatan Surat Keputusan Menteri Agama (Menag) Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, yang mengatur pembagian kuota haji pada tahun tersebut.
"Apakah memang (Menag, red.) merancang SK itu sendiri atau SK itu sudah jadi? Apakah ada yang menyusun SK itu, kemudian istilahnya disodorkan kepada yang bersangkutan untuk ditandatangani? Nah, ini yang sedang kami dalami," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
Asep menjelaskan, pihaknya juga mendalami mekanisme penyusunan SK tersebut, apakah dimulai dari usulan bawahan yang kemudian ditindaklanjuti atasan, atau justru merupakan perintah langsung dari atasan yang dijalankan oleh bawahan.
"Jadi kami lihat seperti tadi di awal, itu siapa yang memberi perintah. Apakah ada yang lebih tinggi dari itu, kemudian memberi perintah, atau bagaimana? Nah, itu yang sedang kami dalami," tambahnya.
Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024, yang diumumkan KPK pada 9 Agustus 2025. Pengumuman tersebut dilakukan setelah KPK meminta keterangan mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Baca Juga: Yaqut Cholil Qoumas Siap Patuhi Proses Hukum KPK Terkait Kasus Kuota Haji
Dalam penyidikan itu, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa hasil penghitungan awal kerugian negara dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Pada tanggal yang sama, KPK mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri untuk tiga orang, yakni mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menag Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur.
Selain proses penyidikan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI sebelumnya juga mengungkap dugaan kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Salah satu sorotan utama Pansus adalah pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan Pemerintah Arab Saudi dengan skema 50:50—10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Skema tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur proporsi kuota haji khusus sebesar 8 persen dan haji reguler sebesar 92 persen.
(Sumber : Antara)