KPK: Bupati Pati Diduga Terlibat Dalam Beberapa Klaster Kasus Korupsi di DJKA Kemenhub

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 15 Agu 2025, 13:07
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025). Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan mengapa belum ada tindakan hukum berupa upaya paksa terhadap Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo. Menurut KPK, Sudewo diduga terlibat dalam beberapa klaster kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan.

Perkara tersebut menyangkut dugaan suap dalam proyek-proyek pembangunan serta perawatan jalur kereta api yang berada di bawah kewenangan DJKA.

“Jadi, yang bersangkutan itu tidak hanya di proyek yang itu (jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso). Jadi, di hampir seluruh proyek itu ada perannya, sehingga kami harus menunggu penanganan perkara yang lainnya,” kata Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, kepada ANTARA dari Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.

Karena cakupan keterlibatan yang luas tersebut, Asep menjelaskan bahwa penanganan terhadap Sudewo akan dilakukan dengan cara menggabungkan semua klaster perkara menjadi satu.

Baca Juga: KPK Tegaskan Pengembalian Uang Bupati Pati Tak Hapus Unsur Pidana

“Untuk dia, bisa nanti sekaligus untuk penanganannya. Jadi, tidak hanya nanti, satu, misalkan di Solo Balapan-Kadipiro, nanti satu Tegal-Solo, seperti itu, enggak. Jadi, kalau orangnya sama, itu akan disatukan untuk penanganan perkaranya,” jelas Asep.

Nama Sudewo sendiri sempat disebut dalam proses persidangan kasus DJKA di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, pada 9 November 2023. Saat itu, dua orang terdakwa yang diadili adalah Putu Sumarjaya, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, dan Bernard Hasibuan, pejabat pembuat komitmen di wilayah yang sama.

Di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum KPK membeberkan bahwa penyidik menyita sekitar Rp3 miliar dari rumah Sudewo, termasuk sejumlah uang tunai dalam mata uang rupiah dan valuta asing. Foto-foto uang tersebut turut dijadikan barang bukti.

Namun Sudewo membantah keras tudingan tersebut. Ia juga menyangkal pernah menerima dana sebesar Rp720 juta dari pegawai PT Istana Putra Agung maupun uang senilai Rp500 juta dari Bernard Hasibuan yang dikirimkan melalui stafnya bernama Nur Widayat.

Baca Juga: KPK: Bupati Pati Sudewo Diduga Terima Dana Kasus Suap di Kemenhub

Perkara ini pertama kali terbongkar melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023, bertempat di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah. Balai tersebut kini telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

Dalam proses penanganannya, KPK langsung menetapkan dan menahan 10 orang sebagai tersangka, semua terkait dengan praktik suap dalam proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di wilayah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Jumlah tersangka kemudian bertambah seiring perkembangan penyidikan. Hingga November 2024, total 14 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, ditambah dua korporasi yang turut terseret.

Baca Juga: Dasco: Pembentukan Pansus Angket Pemakzulan Bupati Pati Sesuai Koridor

Pada 12 Agustus 2025, KPK kembali menetapkan satu tersangka baru dalam kasus ini, yaitu seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kementerian Perhubungan, bernama Risna Sutriyanto (RS), yang kemudian langsung ditahan.

Ruang lingkup kasus ini mencakup sejumlah proyek, antara lain jalur kereta api ganda Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso, pembangunan rel di Makassar, Sulawesi Selatan, empat proyek konstruksi dan dua proyek pengawasan di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat, serta proyek perbaikan perlintasan sebidang di wilayah Jawa dan Sumatera.

Dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut, KPK menduga telah terjadi pengaturan tender, di mana pihak-pihak tertentu melakukan rekayasa sejak tahap administrasi hingga penentuan pemenang proyek.

(Sumber: Antara)

x|close