Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyampaikan kritik terhadap cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Ia menilai, KPK seharusnya mempertimbangkan waktu dan berkoordinasi dengan pimpinan partai politik sebelum melakukan penangkapan.
Pernyataan itu disampaikan Sahroni dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025 lalu. Kritiknya muncul usai OTT terhadap Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, yang juga kader Partai Nasdem.
Sahroni menyoroti momen OTT yang bertepatan dengan agenda besar Partai Nasdem, yakni Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia menilai, langkah KPK tersebut seolah tidak menghargai keberadaan partai politik.
“Penegakan hukum kita dukung seribu persen. Tapi kalau penangkapan dilakukan pada momen yang tidak tepat, bahkan sampai masuk ke kamar seseorang, itu jadi pertanyaan. Kenapa tidak menunggu waktu yang pas?” ujar Sahroni.
Sahroni juga menekankan pentingnya komunikasi antara KPK dan pimpinan partai politik sebelum melakukan OTT terhadap kader partai. Menurutnya, hal itu agar tidak menimbulkan kesan bahwa lembaga politik diabaikan.
“Kita berharap KPK bisa menghargai delapan partai yang ada di DPR. Jangan sampai partai politik dipandang tidak punya posisi ketika ada penegakan hukum. Minimal ada koordinasi dengan pimpinan parpol,” tegasnya.
Selain itu, Sahroni meminta KPK memperjelas definisi OTT. Ia menilai istilah tersebut sebaiknya digunakan hanya bila pelaku benar-benar tertangkap tangan sedang melakukan tindak pidana.
“Kalau penangkapan dilakukan di waktu berbeda atau di tempat lain, sebaiknya jangan lagi disebut OTT. Biar masyarakat tidak salah paham,” katanya.
Meski mengkritisi mekanisme, Sahroni menegaskan bahwa DPR tetap mendukung KPK dalam memberantas korupsi. Ia hanya menuntut agar prosedur dijalankan dengan cara yang lebih proporsional dan menghargai institusi politik.