Ntvnews.id, Jakarta - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan untuk tetap memberlakukan vonis empat tahun penjara terhadap Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI. Putusan ini berkaitan dengan perkara korupsi dalam kegiatan impor gula yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan pada 2015 hingga 2016.
Selain hukuman penjara, Majelis Hakim juga mengukuhkan pidana denda yang sebelumnya telah dijatuhkan, yaitu sebesar Rp750 juta. Apabila Charles tidak mampu membayar denda tersebut, maka ia akan menjalani hukuman kurungan selama enam bulan sebagai penggantinya (subsider).
"Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 35/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt Pst tanggal 18 Juli 2025 dipertahankan dan oleh karenanya harus dikuatkan," ujar Ketua Majelis Hakim, Sugeng Riyono, sebagaimana tertulis dalam salinan putusan yang telah dikonfirmasi pada Senin di Jakarta.
Meskipun jaksa penuntut umum tidak berhasil membuktikan dakwaan utama dan alternatif dalam perkara ini, Majelis Hakim menilai bahwa tanggung jawab negara untuk menuntut ganti rugi atas kerugian keuangan yang timbul akibat perbuatan Charles tetap berlaku dan tidak bisa dihapuskan.
Menurut Ketua Majelis, hal ini didasarkan pada temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang dalam auditnya menunjukkan adanya kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindakan Charles dalam kasus dugaan korupsi impor gula tersebut.
Atas dasar tersebut, Charles dinyatakan tetap melanggar ketentuan hukum yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya, Charles Sitorus dituduh terlibat dalam praktik korupsi yang menyebabkan keuntungan pribadi bagi pihak-pihak tertentu sebesar Rp295,15 miliar, dan mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp578,1 miliar.
Dugaan terhadap Charles mencakup kegagalannya dalam menjalankan tugas negara, yaitu membentuk stok gula nasional dan menetapkan harga gula sesuai dengan Harga Patokan Petani (HPP). Selain itu, ia dianggap tidak melakukan kerja sama dengan BUMN produsen gula sebagaimana seharusnya dilakukan berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PPI tahun 2016.
Ia juga disangkakan telah membuat kesepakatan dengan sejumlah pihak terkait pengaturan harga jual gula kristal putih, baik dari produsen ke PT PPI maupun dari PT PPI ke distributor. Harga jual yang diatur tersebut berada di atas HPP, dan kesepakatan ini dilakukan bersama-sama dengan delapan perusahaan lainnya.
Delapan perusahaan yang terlibat dalam pengaturan tersebut, beserta pimpinan masing-masing, yakni Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya,Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryadiningrat.
Sumber: ANTARA