Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berharap upaya pembuktian kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan, dilakukan dengan cara melihat persoalan ini secara keseluruhan. Jadi bukan hanya peristiwa saat Affan terlindas kendaraan taktis (rantis) Rimueng Brimob.
Tapi, latar belakang hingga awal mula unjuk rasa pada 28 Agustus 2025 tersebut.
"Cuma yang kami dorong tadi, kami rekomendasikan soal konteks pemidananya, pemidana ini harus juga dilihat dalam konteks yang luas. Kenapa ada peristiwa tersebut, konteksnya apa, posisi massa aksi seperti apa," ujar komisioner Kompolnas Choirul Anam, usai mengikuti gelar perkara kasus tersebut di Divisi Propam Polri, Jakarta, Selasa, 2 September 2025.
Ia ingin dijelaskan pula jumlah massa saat itu. Termasuk pengambilan keputusan dalam peristiwa tersebut. Bukan sebatas saat Affan lari dan tertabrak, hingga akhirnya dilindas rantis.
"Massa aksi itu apakah jumlahnya kecil atau jumlahnya besar, terus bagaimana posisi juga ketika ngambil putusan," tutur Anam.
"Kalau dalam video itu kan cuma ketika ada orang melintas, agak jatuh terus ketabrak gitu ya," imbuhnya.
Anam ingin agar pengungkapan secara pidana persoalan ini, dilakukan secara komprehensif. Sehingga, fakta-fakta dari berbagai sudut pandang lainnya juga bisa tersampaikan. Itu termasuk aksi buruh sebelumnya, yang juga digelar di hari yang sama.
"Sehingga di samping soal-soal keadilan bagi keluarga korban, di samping keadilan dalam konteks ruang publik, tapi juga ada kebenaran faktual yang juga bisa diungkap," jelas Anam.
"Apa itu ya konteks ini keseluruhan, kan itu tanggal 28 kalau tidak salah kan, itu kan ada aksi buruh ya, sekian jam sekian macam-macam tertib, habis itu sore mulai panas dan sebagainya. Nah itu juga harus diportret," imbuhnya.
Karenanya ia menyarankan semua upaya pembuktian dilakukan. Termasuk melalui rekaman CCTV. Anam pun mengajak masyarakat yang memiliki rekaman terkait peristiwa itu, untuk menyerahkan kepada kepolisian.
Diketahui, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri menetapkan perbuatan dua Brimob terduga pelanggar dalam kasus kendaraan taktis (rantis) menabrak pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan hingga tewas, Kompol Cosmas Kaju Gae alias Kompol K dan Bripka Rohmat atau Bripka R, masuk dalam kategori pelanggaran berat.
Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto menyebut bahwa Kompol Cosmas merupakan sosok yang duduk di samping Bripka Rohmat selaku pengemudi rantis.
“Kompol K. Jabatan adalah Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob) Polri. Duduk di depan sebelah kiri driver (pengemudi),” ujarnya di Gedung Humas Polri, Jakarta, Senin, 1 September 2025.
Sementara Bripka Rohmat, tindakannya dikategorikan masuk dalam pelanggaran berat karena merupakan pengemudi rantis.
“Bripka R. Jabatan Basat Brimob Polda Metro Jaya selaku driver rantis PJJ 17713-VII,” ucapnya.
Agus menjelaskan, personel yang masuk dalam kategori pelanggaran berat dapat dituntut dan terancam hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Sementara, perbuatan lima personel Satbrimob Polda Metro Jaya yang turut ada dalam rantis tersebut, yaitu Aipda R, Briptu D, Bripda M, Bharaka J, dan Bharaka Y, ditetapkan masuk dalam kategori pelanggaran sedang.
“Kelima anggota tersebut kategori sedang. Posisinya adalah duduk di posisi belakang sebagai penumpang,” kata Agus.
Bagi personel yang masuk dalam kategori sedang, dapat dituntut dan diberikan sanksi oleh Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP).
“Macamnya adalah sanksi patsus (penempatan khusus) atau mutasi/demosi atau penundaan pangkat dan penundaan pendidikan. Itu semua nanti akan berdasarkan fakta-fakta di sidang kode etik profesi Polri,” jelasnya
Agus mengatakan, penetapan kategori pelanggaran tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan akreditor pada Divpropam Polri terhadap sejumlah saksi, termasuk orang tua korban.
Di samping itu, akreditor juga telah mengamati, menganalisis video, foto di media sosial, termasuk adanya surat visum et repertum, dan dokumen-dokumen pengamanan lainnya.
Adapun ketujuh personel tersebut saat ini telah ditetapkan melanggar kode etik kepolisian.
Mereka ditempatkan dalam penempatan khusus (patsus) selama 20 hari ke depan terhitung mulai 29 Agustus 2025 hingga tanggal 17 September 2025.