Ntvnews.id, Jakarta - Penegak hukum diminta segera menangkap dan menjebloskan ke penjara, bos PT IGI atau PT I, SAH. Ini setelah kasus rekayasa pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap perusahaan jasa internet PT I, telah inkrah di Mahkamah Agung (MA), melalui putusan No. 934 K/Pid/2024 tanggal 25 Juni 2025.
"Eksekusi terhadap SAH harus dilakukan, karena kasusnya sudah inkrah," ujar Aryanto, salah seorang korban, kepada wartawan, Jumat, 5 September 2025.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) sendiri, telah bersurat kepada Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Surat dikirimkan sebagai permohonan agar SAH dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Selain itu, agar dimintakan bantuan untuk pemantauan oleh Adhyaksa Monitoring Center (AMC).
Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Jaksel sebelumnya telah melakukan pemanggilan SAH yang kini berstatus terpidana. Namun SAH tak memenuhi panggilan tersebut.
Menurut Oki, korban lainnya, berharap SAH segera ditemukan. Sehingga eksekusi terhadap terpidana bisa dilakukan. "Kami meminta aparat kepolisian maupun kejaksaan agar bisa menemukan SAH. Sehingga dia bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya," jelas Oki.
Sebelumnya, SAH dan SUH terjerat kasus dugaan rekayasa pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap perusahaan jasa internet yang mereka dirikan sendiri. Guna melancarkan dugaan muslihatnya, mereka sengaja mendirikan perusahaan yang diduga abal-abal.
Seorang resepsionis di salah satu tempat usaha milik istri SUH disebut dijadikan komisaris. Peran keduanya terendus di balik pendirian PT GDLA yang diskenariokan menjadi kreditur PT I. GDLA lantas mengajukan PKPU terhadap PT I sebagai debitur ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kreditur lain PT I, mencium praktik kecurangan ini. Mereka menduga PT I sengaja memunculkan kreditur fiktif agar harta pailit nantinya terbagi habis bahkan kembali kepada debitur atau utang bisa dibayar sesuka mereka sendiri.
Selain itu, beredar informasi adanya indikasi keterlibatan keduanya dalam pengucuran kredit yang menggunakan dana tabungan haji salah satu bank syariah, untuk proyek data center. Total, kerugian kreditur disebut nyaris mencapai Rp1 triliun.