Ethiopia Resmikan Bendungan Terbesar di Afrika Senilai Rp82 Triliun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Sep 2025, 09:15
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ilustrasi Sungai Nil di Mesir. Ilustrasi Sungai Nil di Mesir. (ANTARA)

Ntvnews.id, Addis Ababa - Ethiopia meresmikan Bendungan Renaissance Besar (GERD) di Sungai Nil Biru, proyek hidroelektrik terbesar di Afrika senilai hampir 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp82,1 triliun. Bendungan ini diproyeksikan mampu menghasilkan 5.150 megawatt listrik.

Bendungan tersebut pertama kali diluncurkan pada 2011 oleh mendiang Perdana Menteri Meles Zenawi. Para pejabat Ethiopia menyebut kehadiran bendungan ini akan mengatasi kekurangan listrik kronis sekaligus membuka peluang ekspor energi ke negara-negara Afrika Timur.

Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menyatakan proyek ini sebagai tonggak sejarah nasional sekaligus simbol kemandirian bangsa. Ia menegaskan waduk yang dinamai Danau Nigat atau “Danau Fajar” menandai berakhirnya era ketergantungan.

Baca Juga: Dinyatakan Hilang 3 Hari, Nenek Ditemukan Tewas di Sungai Sragen

“Danau ini telah membawa kekayaan yang lebih besar daripada PDB Ethiopia. Generasi ini telah mencapai prestasi besar dengan Bendungan Renaissance. Era mengemis telah berakhir,” ujar Abiy.

Ia juga menyebut GERD sebagai “megaproyek terbesar dalam sejarah masyarakat kulit hitam” dan menekankan bahwa Ethiopia tidak “mencari kerugian”, melainkan “kemakmuran bersama”.

Dukungan internasional juga mengalir. Presiden Kenya William Ruto mengatakan benua Afrika “dapat membentuk nasibnya sendiri. Ini adalah pernyataan Pan-Afrika”, sambil menambahkan “jalan menuju perdamaian terletak pada persatuan, bukan isolasi.”

Presiden Sudan Selatan Salva Kiir menilai bendungan tersebut sebagai “simbol persatuan, pengorbanan, dan tekad”, serta diyakini membawa kekuatan dan kemakmuran bagi kawasan.

Baca Juga: PM Inggris dan Presiden Palestina Mahmud Abbas Bertemu, Ada Apa?

Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud menyampaikan bahwa semua negara harus dilibatkan dan berbagi beban. Ia menekankan pentingnya “berbagi sumber daya, berbagi persaudaraan.”

Sementara itu, Presiden Djibouti Ismail Omar Guelleh menyebut peresmian GERD sebagai “hari kemenangan besar.”

Pembangunan bendungan raksasa ini berlangsung selama 14 tahun dengan dukungan jutaan rakyat Ethiopia. Petani, buruh harian, pelajar, dan pegawai negeri sipil membeli obligasi serta memberikan sumbangan untuk mendanai proyek tersebut, selain pendanaan dari negara.

Meski demikian, Mesir dan Sudan tetap menunjukkan penolakan. Kedua negara itu menilai Ethiopia mengisi dan mengoperasikan bendungan tanpa adanya kesepakatan pembagian air yang mengikat. Akibatnya, mereka tidak menghadiri upacara peresmian.

Baca Juga: Direktur Imparsial Ngaku Diteror: Mobil Dirusak, WA Diretas

Mesir yang bergantung hampir 90 persen pada Sungai Nil untuk kebutuhan airnya, khawatir bendungan akan mengurangi aliran air pada musim kemarau. Sudan juga mengutarakan kekhawatiran terkait keamanan bendungan serta pelepasan air yang tidak terkoordinasi.

Pekan lalu, Kairo dan Khartoum mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam “tindakan sepihak” Ethiopia serta memperingatkan bahwa proyek tersebut merupakan ancaman berkelanjutan terhadap stabilitas kawasan.

Ethiopia menegaskan GERD akan memberikan manfaat bagi seluruh kawasan, termasuk negara-negara hilir, dengan menstabilkan aliran air serta mengurangi risiko banjir. Namun, hingga kini negosiasi mengenai mekanisme pengoperasian bendungan masih menemui jalan buntu.

Baca Juga: Gantikan Purbaya, Didik Madiyono Ditunjuk Jadi Plt. Ketua Dewan Komisioner LPS

(Sumber: Antara)

x|close