Kerusuhan Nepal Tewaskan 22 Orang, Dunia Internasional Soroti Tindakan Aparat

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Sep 2025, 13:34
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Militer Nepal mengamankan kerusuhan. Militer Nepal mengamankan kerusuhan. (Associated Press)

Ntvnews.id, Jakarta - Nepal tengah menjadi perhatian dunia setelah kerusuhan besar yang menewaskan sedikitnya 22 orang dan melukai ratusan lainnya sejak awal pekan ini. Gelombang protes yang dipimpin kaum muda itu berujung bentrokan dengan aparat keamanan, memicu kecaman luas dari lembaga hak asasi manusia internasional.

Sebagian besar korban jiwa jatuh pada Senin, 8 September 2025, ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan peluru tajam, peluru karet, dan menyemprotkan water cannon ke arah massa demonstran.

Situasi sempat mereda pada Selasa, 9 September 2025, namun sejak Rabu pagi, 10 September 2025, tentara Nepal dan polisi bersenjata berat kembali dikerahkan di ibu kota Kathmandu. Aparat mengepung kelompok-kelompok demonstran, memunculkan kekhawatiran akan terjadinya penumpasan berdarah berikutnya. Demikian dilansir dari New Yor Times.

Militer Nepal dalam pernyataannya mengumumkan mengambil alih tanggung jawab menjaga ketertiban mulai Selasa malam, pukul 22.00 waktu setempat. Mereka menyerukan warga untuk menghentikan aksi pembakaran dan penjarahan, serta berjanji melindungi fasilitas publik maupun properti pribadi.

Baca Juga: 5 Fakta Terkini Kerusuhan di Nepal, Berawal dari Larangan Medsos hingga Istri Eks PM Tewas Terbakar

Namun, tindakan aparat menuai kecaman dari berbagai pihak. Kantor HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan “terkejut” dengan jatuhnya korban jiwa akibat tindakan represif aparat, dan menuntut investigasi segera. PBB juga mengingatkan bahwa setiap respons aparat harus sesuai dengan standar HAM internasional.

Tekanan semakin besar setelah Menteri Dalam Negeri Nepal, Ramesh Lekhak, mengundurkan diri dengan alasan mengambil tanggung jawab moral atas tragedi tersebut.

Kemarahan publik berakar pada ketimpangan sosial-ekonomi di Nepal. Meski angka kemiskinan menurun drastis dalam tiga dekade terakhir, banyak warga menilai segelintir elite politik menumpuk kekayaan luar biasa, sementara mayoritas rakyat tetap berjuang dalam kesulitan ekonomi.

Para ahli menilai kerusuhan ini juga mencerminkan persoalan lama: impunitas aparat keamanan.

“Di Nepal sudah lama ada anggapan bahwa aparat bisa bertindak di luar hukum tanpa konsekuensi,” ujar Rumela Sen, dosen Columbia University yang meneliti kekerasan politik di Asia Selatan.

Menurutnya, ketakutan masyarakat terhadap aparat berseragam berakar dari era perang saudara 1996–2006, ketika pasukan keamanan dituding menggunakan taktik brutal dan melakukan penghilangan paksa tanpa pernah diadili.

Baca Juga: Ini Deretan Tuntutan Gen Z Nepal, Reformasi Politik hingga Pemilu Baru

Ramesh Shrestha, peneliti yang mengkaji kekerasan politik di Nepal, menambahkan bahwa kepolisian dan militer selalu berlindung pada kepentingan politik penguasa.

“Mereka tidak pernah benar-benar dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

Meenakshi Ganguly, Wakil Direktur Asia Human Rights Watch, memperingatkan bahwa jika pemerintah Nepal gagal menindak aparat atas tragedi terbaru ini, konsekuensinya bisa meluas ke level internasional.

“Nepal adalah penyumbang terbesar personel militer dan polisi untuk misi penjaga perdamaian PBB. Hubungan ini harus ditinjau ulang kecuali ada tindakan serius dari pemerintah Nepal,” ujarnya.

Kondisi politik Nepal sendiri makin tidak menentu. Perdana Menteri K.P. Sharma Oli telah mengundurkan diri pada Selasa, sementara parlemen dan gedung Mahkamah Agung masih dilaporkan terbakar pada Rabu. Situasi ini membuat arah kepemimpinan negara Himalaya itu semakin kabur di tengah krisis yang membara.

Baca Juga: Rakernas UPZ 2025, Kemenko PMK: BAZNAS Berperan Strategis dalam Pemerataan Sosial

x|close